Aku seorang pria 34 tahun penganut SADOMASOCHIS,
yang selalu mengangankan pengalaman diikat, disiksa, diperolokan,
dipermainkan, Cross-Dressing, dan sebagainya. Serta berharap pada suatu
ketika kelak dapat mewujudkannya dalam kenyataan. Bagi pembaca yang
ingin berkomentar/membantuku mewujudkannya dalam dunia nyata dapat
menghubungiku melalui kontak email. Fantasiku antara lain sebagaimana
yang akan kuceritakan berikut ini, maka selamat menikmati!
"Nah,
sekarang permainan kita mulai. Lepaskan seluruh pakaianmu!" perintah
wanita cantik bergaun kulit warna hitam tersebut. Dia tampak begitu
perkasa. Jantungku berdebar membayangkan kenikmatan yang segera akan
kurasakan. Kulepaskan baju dan celanaku. Batang kemaluanku mulai
menegang. "Semuanya!" hardiknya ketika melihatku masih menyisakan celana
dalam yang kukenakan. Debaran jantungku kian kencang. Kini tampillah
aku apa adanya, bagaikan bayi dewasa, bugil sama-sekali, sementara itu
si "kecil" sudah benar-benar tegang, dan dia tertawa melihatnya. "Ha,
ha, ha.. sudah enggak sabar, ya? Aku tertunduk malu.
Sesuai
kontrak dan skenario yang telah disepakati, aku akan melayani segala
kebutuhannya sepanjang malam ini hingga pagi nanti. Aku akan menjalankan
segala perintahnya tanpa perdebatan. Dia memiliki diriku seutuhnya. Dia
berhak melakukan apapun terhadap diriku, dan aku kehilangan hak sama
sekali terhadap diriku. Aku tidak akan melakukan apapun berkaitan dengan
tubuhku tanpa perintahnya. Pengendalian terhadap diriku sepenuhnya
berada di tangannya. Diriku tidak lebih sekedar benda-benda milik
pribadinya yang dapat dia perlakukan sesukanya.
"Baguuss..! Sekarang kamu menjadi budak saya, benar?" tegasnya.
Aku mengangguk.
"Benar tidak?" hardiknya memastikan.
"I, i, iya.." jawabku terbata-bata.
Walaupun
keadaan ini memang kudambakan, namun tetap saja ketegangan mencekam
hatiku, menduga-duga segala kemungkinan yang akan menimpaku; sungguh
mendebarkan.
"Iya apa?" bentaknya.
"I.. Iya Nyonya!" sahutku segera.
"Kamu siapa?"
"Sa-saya budakmu, Nyonya."
"Sayyaa..?" tanyanya sinis.
"Ham, Hamba, Nyonya!" sahutku dengan perasaan menyesal.
"Bagus..!" Senyum kemenangan membayang di wajahnya.
"Apa yang akan kamu kerjakan?"
"Apa saja, asal dapat menyenangkan Nyonya."
"Hmm.., bagaimana?" Senyumnya menggoda.
"Terserah Nyonya. Perintahkan apa saja, pasti akan hamba kerjakan."
"Ha, ha, ha, ha, ha.. Baiklah.."
Berhenti
sejenak, lalu lanjutnya, "Kita mulai dengan perlengkapanmu dulu. Ambil
peti itu!" perintahnya sambil menunjuk ke sebuah peti yang terdapat di
sudut ruangan.
Aku
segera melangkah dan mengangkatnya ke hadapan wanita itu. Dia menyuruh
aku membuka dan mengeluarkan seluruh isinya. Dari dalam kotak itu aku
mengeluarkan beberapa gulung tali-temali, rantai, borgol, kekang leher,
penjepit jemuran, lakban, cambuk, dan sebagainya. Degup jantungku serasa
menghentak-hentak membayangkan kenikmatan yang segera akan
dihadiahkannya.
Disuruhnya
aku telungkup. Lalu dilipatnya kaki kananku. Dengan seutas tali
diikatnya pergelangan kakiku menyatu ke pangkal paha; begitu juga dengan
kaki kiriku. Ikatan ini begitu ketat, sehingga tidak memberikan ruang
gerak sedikitpun antara pergelangan dan paha, benar-benar menyatu rapat.
Kemudian dia meyuruhku duduk, lalu merapatkan jari-jari tanganku untuk
kemudian dibelit dengan lakban, sehingga telapak tanganku tak dapat
dimekarkan. Diambilnya kekang leher yang terbuat dari kulit dan
dibelitkan ke leherku. Masih belum puas, dipungutnya 2 jepitan jemuran
yang terangkai menjadi satu oleh seutas rantai.
"Aduh!"
jeritku ketika jepitan pertama menjepit dada kiriku, persis di bagian
pentilnya yang sangat kecil. Kengerian bercampur nikmat tergambar di
wajahku saat dia mulai mengarahkan penjepit kedua ke dada kananku.
"Aduuhh.. akkhh.. hh..!" erangku, sakit tapi nikmat. Dia menyeringai
puas melihat penderitaanku. Beberapa saat dipermainkannya rantai
penghubung kedua jepitan tersebut; ditarik-dilepaskan; yang tentu saja
tambah menyakitkan dadaku. Kukatupkan erat kedua rahangku menahankan
rasa perih yang kian menusuk, mengimbanginya dengan semakin memusatkan
pikiran pada sensasi kenikmatan yang menyertai. Seringainya makin lebar,
kedua matanya tampak berbinar-binar. Sesekali disorongkannya wajahnya
dan menjulurkan lidah menggesek dadaku di sekitar alat penjepit itu.
"Ahh.. nikmatnya!" pikirku.
Tak
lama kemudian rasa perih mulai mereda, tampaknya tubuhku telah mulai
dapat menyesuaikan diri dengan kondisi ini. Kemudian dengan sebelah
tangan digenggamnya batang kemaluanku yang telah tegang sejak tadi dan
perlahan dikocoknya. Ujungnya sudah mulai basah. Diusap, lalu dia
mengarahkan tangannya ke wajahku. Aku segera menyambutnya dengan membuka
mulut dalam posisi siap untuk mengemutnya. Namun dia hanya
mengoleskannya saja ke bibirku. Bibirku terasa lengket. Diusapnya lagi
ujung kemaluanku, dan kembali membawanya ke mulutku. Kali ini tanpa
buang-buang waktu segera saja kuterkam telunjuknya dan mengemutinya
dengan penuh nafsu; menikmati cairanku sendiri.
"Ha,
ha, ha, ha, ha, ha, ha..! Aduuh, enggak sabar, ya? Enaknya, produksi
sendiri, lagi?" Aku mengangguk berulang-ulang. Tawa cemoohannya
menderai. Kembali dia mengambil cairan itu dan ketika aku kembali
menerkam, dia menarik tangannya. "Jangan!" bentaknya melarang. Aku
segera menghentikan gerakan dan menatapnya dengan agak kecewa. "Tidak
boleh diemut, jilat seperti makan es krim!" tegasnya. Aku menuruti, dan
dia kembali tertawa-tawa.
Setelah
itu dia melangkah ke arah ranjang, dan duduk di pinggirnya. "Bawa
kemari cambuk itu!" sambil menunjuk rantai yang tergeletak di samping
peti di dekatku. Aku diam, tak mengerti. "Ambil dengan mulutmu, lalu
bawa kemari!" Kurendahkan wajahku dan mengarahkan mulut memungut cambuk
kulit yang dia maksudkan. Lalu aku merangkak mendekati ranjang. Dia diam
saja. Kusorongkan mukaku mendekati telapak tangan kanannya. Dia
tersenyum dan membuka telapak tangannya. Kulepaskan jepitan bibirku,
sehingga cambuk tersebut bergulir ke telapak tangannya.
"Pintar
sekali, rupanya kamu cepat mengerti. Melihat caramu kemari tadi, aku
teringat pada sesuatu, kamu tahu, kan?" Aku agak ragu dengan maksud
ucapannya.
"Itu loh.. yang jalannya seperti kamu tadi ituu.. Kalau enggak salah seekor binatang, apa yaa..?" Jantungku kembali berdebar.
Aku paham benar, dia sedang mengolok-olokku.
"Hei, apa namanya, jawab!" bentaknya.
"Aaa.. ann.. anjing, Nyonya." jawabku terbata-bata sambil menundukkan kepala.
"Ohh iyaa.. benar juga, anjing yaa?" tegasnya.
Senyumnya terasa menyakitkan.
"Jadi yang begitu itu namanya anjing, ya?"
"Benar, nyonya."
"Kalau begitu kamu siapa?"
Jantungku
kian berdebar. Begitu hinakah diriku? Perih sekali hati ini. Aku hanya
menunduk tak mampu menjawabnya. Tiba-tiba TAR! Lecutan cambuk mendera
badanku,
"Jawab!" TAR! TAR!
"Am.. ampun, Nyonya!" aku mengangkat tangan berusaha mencegahnya, tapi dia malah semakin kalap, TAR!
"Kamu siapa, jawab!" TAR!
"Aaa.. anjing, Nyonya! Anjiing!" jawabku.
"Apa!"
"Anjing, Nyonya?"
"Siapa?" Bentakannya kian tinggi.
"Hamba, Nyonya."
TAR!
"Jawab yang lengkap! Siapa yang anjing?"
"Hamba, Nyonyaa.. hambaa.." jawabku memelas.
"Hamba yang anjing."
"Coba ulangi!" nadanya mengancam.
"Hamba anjing."
"Lagi!" makin tinggi nada suaranya.
"Hamba
anjing, hamba anjing, hamba anjing, hamba anjing, hamba.." jawabku
berulang-ulang tanpa berani berhenti sebab tangannya sudah terlihat
hendak kembali mengayunkan cambuk itu.
"Baguuss,
itu baru pintar namanya! Tapi anjing kok bisa ngomong, ya? Kayaknya
anjing enggak bisa ngomong, deh, benar enggak!" Aku kebingungan.
"Anjing bisa ngomong, enggak?" ulangnya.
"Eng.. enggak, Nyonya!" sahutku.
"Lho, kok ngomong lagi?"
Aku makin bingung, ditanya tapi disalahkan ketika menjawabnya.
"Anjing bisa ngomong enggak?"
Aku menggeleng. TAR! Cambuknya turut bicara.
"Heh, kamu anjing bisu, ya?"
"Enggak, Nyonya, enggaak..!"
"Kamu ini bodoh sekali sih?"
TAR! TAR! Aku menggeliat-geliat menahan sakit.
"Kalau kamu anjing, ya pakai bahasa anjing, dong?"
"Oh begitu maksudnya," pikirku.
Dengan ragu-ragu aku mencoba menyahutinya,
"Guk.. guk.. guuk..!"
"Ha, ha, ha, ha.. pintar!" pujinya.
"Mulai sekarang kamu menggonggong satu kali untuk iya dan dua kali untuk tidak, mengerti?"
"Menger.." jawabanku terpotong melihat gerakan tangannya yang kembali akan mengayunkan cambuk.
"Eh, maaf, eh.. guk! guk!" sahutku gelagapan.
"Bagus! Kamu harus menuruti segala perintah dan menjawab seluruh pertanyaanku, mengerti?"
"Guk!" "Nah,
sekarang kembali ke sana, dan ambilkan rantai itu!" Aku kembali
merangkak ke arah peti, memungut seutas rantai dengan mulut dan kembali
ke ranjang. "Kamu memang anjing pintar, pantas untuk dipelihara!"
katanya sambil menerima rantai yang kusorongkan padanya dengan mulutku.
Pada salah satu ujung rantai tersebut sudah terpasang kaitan, yang
kemudian dia kaitkan pada ring yang terdapat di kekang leherku. "Makanya
kamu harus dipasangi rantai supaya tidak ngabur, benar?"
"Guk!"
"Kamu senang, budak?"
"Guk!"
"Bagus..!" katanya sambil mengelus-elus kepalaku.
Tiba-tiba
dia tangannya menekan ranjang hingga pantatnya sedikit terangkat dan
lalu memerintahkanku melepaskan roknya dengan mulut. Aku menurut. Perlu
perjuangan yang melelahkan untuk melakukannya. Selesai dengan rok, tiba
giliran celana dalamnya. Dengan susah payah akhirnya aku berhasil juga
melepaskannya. "Kemarikan!" Dia meminta celana dalamnya. Dengan mulut
kupungut celana dalamnya dari lantai dan memberikannya pada Nyonyaku.
Dia menerimanya sambil tersenyum dan lalu memasangkannya ke kepalaku
bagaikan topeng. Bau pengap bercampur aroma kewanitaan segera menerobos
penciumanku. Si kecil kian mengeras. Hasratku kian bergelora dirangsang
oleh aroma celana dalamnya ini. Ditariknya rantai di leherku, sehingga
kepalaku mendekati selengkangannya yang telah dia rentangkan lebar. Aku
mengerti, dan mulai menjilati liang kemaluannya.
Dicondongkannya
badannya ke belakang. Tak lama kemudian dia mulai menggelinjang
kenikmatan. Sesekali terdengar desahannya, "Ahh.. aah.. aahh.. teruuss..
teruus.. aahh.. hh, teruuss.. ahh.." Dirundukkannya badannya, dan
menarik rantai sehingga kepalaku mendongak ke atas. Sekarang ganti
puting susunya yang kuhisap-hisap. Sesekali kuelus-elus puting itu
dengan lidahku. Desahannya makin menjadi-jadi. Akhirnya dia tak tahan
lagi. Direbahkan dan diperosotkannya badannya ke lantai dan menyuruhku
segera menancapkan batang kemaluanku pada liangnya.
"Hah,
hah, hah, hah, hah, hah.." Napasnya tersenggal-senggal. Tubuhnya
bergetar keras, makin keras, napasnya semakin cepat, dan, "Ahh.. hhk..!"
dia melenguh panjang setelah mencapai orgasme. Dia terbaring kelelahan
beberapa saat, sementara aku tetap saja dalam posisi merangkak gaya
anjing. Tak lama kemudian dia bangkit melepaskan celana dalamnya dari
wajahku, mengusapkan pada kemaluannya, kemudian menggulungnya menjadi
bola dan dimasukkan ke dalam mulutku. Rasa dingin dan aneh menyentuh
lidahku. Dia beranjak ke lemari pakaian mengambil celana dalam pengganti
dan memakainya. Lalu dipakainya kembali rok kulit ketat yang
dikenakannya semula, kemudian melangkah ke arah peti dan mengambil
lakban. Setelah itu dia kembali menghampiriku dan membelitkan lakban itu
disekeliling kepala untuk mencegahku mengeluarkan celana dalamnya.
Diambilnya seutas tali dan diikatkan pada batang kemaluanku. Tali itu
melilit mulai dari pangkal batang terus hingga bagian kepalanya. Lalu
rantai yang semula terhubung pada kekang leherku dilepaskan dan
dipindahkan mengait tali pada bagian ujung kemaluanku. Ujung rantai yang
sebelah dibelitkan pada pergelangan kaki kirinya.
"Saatnya
untuk jalan-jalan!" katanya sambil mulai beranjak. Batanganku tertarik
mengikuti ayunan langkahnya. Kini, kemanapun dia melangkah aku terpaksa
merangkak mengikutinya. Sesekali langkah kaki kanannya agak dilebarkan
sehingga menyentakkan batang kemaluanku, menimbulkan rasa ngilu, tapi
aku menikmati semua itu. Semakin tak berdayanya diriku, semakin berbinar
kenikmatan yang kurasakan. Aku harus gesit menuruti langkahnya, sebab
jika tidak maka kemaluanku rasanya akan copot, belum lagi deraan cambuk
yang dilecutkannya ke punggungku setiap kali aku agak tertinggal.
Tiba
di dekat peti diambilnya segulung tali dan dimasukkan ke dalam saku
roknya. Setelah berjalan-jalan mengelilingi ruangan beberapa kali, dia
membuka pintu kamar menuju ke dapur. Diambilnya sebuah gelas dan sebotol
air es dari kulkas, dan toples makanan kecil, lalu meninggalkan dapur
menuju ke ruang tengah. Aku terus merangkak mengikuti setiap langkahnya.
Tiba
di ruang tengah dia mengisi gelasnya, dan minum beberapa teguk, lalu
gelas dan botol itu diletakkan di atas meja dekat kursi malas. Setelah
menyalakan TV, dia duduk di kursi malas itu, mengayun-ayunkan diri,
sementara aku bersimpuh di lantai di hadapannya dengan kedua tangan
diluruskan sebagaimana seharusnya; beginilah aku, beginilah biasanya
seekor anjing duduk menunggui tuannya. Aku telah diperintahkan untuk
mengarahkan pandangan hanya menatap ujung jari kakinya. Dan aku
menaatinya dengan penuh kepatuhan.
Sesaat
kemudian dia menyentakkan kaki kanannya ke belakangnya, sehingga
kemaluanku tersentak. Aku mengangkat muka untuk mengetahui maksud
sentakannya, namun lecutan cambuknya membuatku teringat dan kembali
menundukkan muka. Ditariknya kakinya ke belakang, sehingga aku bangkit
dari duduk dan merangkak maju mendekati kakinya. Dia membungkuk
melepaskan lakban yang membelit wajahku dan mengeluarkan sumpalan celana
dalamnya dari mulutku. Setelah itu dilonjorkannya kaki kirinya ke arah
wajahku. Aku paham, dan mulai menjilati ujung-ujung jari kakiya. Setelah
semua jari selesai kujilati, didongakkannya pergelangan kakinya, dan
aku melanjutkan menjilati telapak kakinya. Dia menyenderkan tubuhnya
berayun-ayun di kursi malas sambil menonton TV, minum, mengunyah
cemilannya sambil menikmati pencucian kaki yang sedang kukerjakan. Semua
ini begitu menggairahkan bagiku. Dengan penuh kesungguhan kujilati
setiap jengkal kakinya, terus ke punggung kaki hingga mata kaki. Selesai
dengan kaki kiri, dia berganti menyodorkan kaki kanannya. Kuberikan
pelayanan yang serupa. Setiap kali lidahku terasa mengering,
kudecak-decakkan mulut untuk mengeluarkan air liur, lalu kembali
menjilati kakinya.
"Sudah bersih?" tanyanya beberapa saat kemudian.
"Guk!" jawabku mengiyakan.
"Pintaar.. kamu haus, ya?" Aku tak menjawab.
"Kamu haus, kan?" nadanya mulai mengancam.
"Guk!" jawabku sambil bertanya-tanya dalam hati, "Apa lagi, sekarang?"
Dia
mengambil botol air dari atas meja, dan menuangkan ke punggung telapak
kakinya dan berkata, "Minum!" Aku menjilati aliran air dingin di
kakinya. Dia tersenyum senang dan kembali menuangkan air, agak banyak
hingga mengalir ke lantai dan aku memburu aliran air itu menjilati
lantai.
"Ha, ha, ha, ha.. cocok sekali! Kamu memang benar-benar anjing, koq!" ejeknya.
"Guk!"
"Enak, kan?"
"Guk!"
"Bagus, gonggong terus sambil jilat!" ujarnya sambil menuangkan kembali botol air itu ke lantai.
"Guk.. Guk.. Guk.. Guk! Guk!" sahutku sambil terus menjilati lantai.
Diambilnya
cemilan dan diremasnya hingga hancur kemudian diburaikan ke lantai. Aku
pun meraih serpihan-serpihan itu dengan lidahku dan memasukkannya ke
mulut. Dia terus tertawa-tawa kesenangan dan aku kian menikmati
penghambaanku.
Akhirnya
setelah air di dalam botol terbuang habis, begitupun cemilannya, dia
bangkit menuju pintu belakang. Aku terus merangkak mengikutinya.
Dibukanya pintu, dinginnya angin malam segera menyapu tubuhku yang
telanjang. Kemudian dia menyalakan lampu, dan tampaklah sebuah taman
terbuka yang rimbun dibatasi dengan tembok tinggi. Dia menunjuk ke
tengah taman. Aku mengarahkan pandangan ke tempat yang ditunjuknya.
Ternyata di sana terdapat sebuah kandang besi berukuran 50 cm X 40 cm
dan tinggi sekitar 50 cm. Jantungku berdegup keras, "Oh jangan, jangan
di luar, jangan di kandang itu.." ratapku dalam hati sambil
menduga-duga. Dia melangkahkan kaki menuju kandang, dan bagaikan
mengerti pikiran yang terlintas di benakku, dia berkata, "Benar sekali!
Sebagai imbalan atas sikap baikmu malam ini, Nyonyamu menghadiahkan
sebuah rumah baru untukmu! Ha, ha, ha.."
"Ayo, nikmati rumah barumu ini," lanjutnya sambil terus mendekati kandang.
"Coba lihat, ukurannya pas 'kan? Kamu pasti senang, benar kan?"
"Guk!" sahutku tidak yakin.
"Setiap anjing punya kandang, kan?"
"Guk! ..Guk, Guk!"
Entah
bagaimana perasaanku saat ini. Rasa terhina tentu saja ada, namun
terselip suatu bentuk kegairahan yang mendebarkan. Aku langsung
membayangkan betapa setidaknya untuk malam ini aku harus meringkuk di
dalamnya hingga pagi, kuatkah, aku? Membandingkan ukuran kandang itu
dengan tubuhnya, sudah pasti aku tidak akan dapat meluruskan tubuh.
Kuatkah aku menahan rasa pegal yang sudah kurasakan sejak tadi hingga
esok pagi nanti? Tapi, oh betapa aku belum pernah mengalaminya.
Sepertinya asyik juga. Kutatap kemaluanku yang tetap tegang, bahkan kian
keras. Jika saja tidak ada tali yang mengekangnya, mungkin sudah sejak
tadi aku menyemprotkan sperma. Mendapatkan betapa tegangnya batang itu,
aku menjadi tambah yakin bahwa ini akan terasa nikmat. Ohh.. betapa aku
sangat ingin merasakan menghabiskan malam di dalam kandang di luar
rumah, sebagaimana seharusnya seekor anjing sesuai dengan peranku malam
ini.
Sesampainya
di depan kandang, dilepaskannya jepitan jemuran yang telah sejak tadi
menjepit pentil dadaku. Betapa sakitnya terasa ketika darah mulai
mengaliri daerah yang terjepit tadi. Kemudian dia merogoh saku dan
mengeluarkan gulungan tali yang dikantonginya sejak tadi. Dibuatnya
simpul mati pada pergelangan tangan kananku, lalu melipat sikuku ke arah
atas sehingga aku bagaikan sedang berusaha meraih pundak. Kemudian tali
tadi dibelitkan pula pada pangkal lengan sehingga tanganku tertahan
dalam posisi demikian. Lalu ujung tali tersebut dia alirkan melalui ring
yang terdapat di bagian belakang kekang leherku menuju ke bahu kiri dan
melakukan ikatan yang sama dengan lengan kananku tadi. Kini aku
merangkak dengan agak menungging, karena bagian tangan yang menyentuh
tanah adalah siku, tidak telapak tangan seperti semula.
Setelah
semua beres, sambil tertawa dibukanya pintu kandang, "Ha, ha, ha.. Ayo
masuk, jangan malu-malu-malu!" perintahnya sambil menendang pinggulku.
Aku terdorong memasuki kandang. Dengan agak ragu kuteruskan merangkak
hingga seluruh tubuhku berada di dalam kandang. Dijulurkannya tangannya
ke dalam kandang memungut rantai yang terhubung ke kemaluanku, lalu
melemparkannya ke arah dalam melalui bawah perutku. Setelah itu dia
menutup pintu kandang, dan mengunci gemboknya. Ternyata ukuran kandang
itu pas benar, sehingga aku tidak dapat menggerakkan badan untuk maju,
mundur, atau merenggangkan badan. Lalu dia berputar ke ujung kandang di
bagian depanku. Dirogohkannya tangan memungut ujung rantai yang
dilemparkannya tadi dan membelitkannya pada jeruji kandang di hadapanku.
Ditariknya rantai tersebut hingga terentang agak tegang, dan kemudian
mengaitkan gembok menguncinya.
"Selamat
menikmati rumah baru, ha, ha, ha! Tidur yang nyenyak, ya? Kamu harus
memulihkan tenaga untuk permainan besok, ha, ha, ha!" katanya sambil
melangkah pergi meninggalkan kandang, kembali ke dalam rumah. Terdengar
langkahnya kian menjauh dan diakhiri dengan derit pintu belakang yang
ditutupnya.
Tinggallah
kini aku sendirian di keheningan malam. Meringkuk telanjang bulat di
dalam kandang anjing di luar rumah, di halaman belakang. Dinginnya embun
malam menusuk kulit hingga ke tulang. Aku merenung membayangkan apa
yang akan terjadi besok. Tapi renunganku kerap terganggu oleh dengingan
nyamuk ditelinga, maupun rasa perih akibat gigitannya. Aku berusaha
menghindar dengan menggerak-gerakkan badan, namun hal ini membuat
kemaluanku tersentak-sentak, sementara tanganku tak mampu bergerak.
Akhirnya aku pasrah saja terhadap setiap serangan nyamuk-nyamuk keparat
itu. Rasa pegal dan kesemutan menjalari setiap seluk tubuhku. Aku terus
membayangkan peran-peran apa lagi yang akan kumainkan di hari-hari
berikutnya? Siksaan apa? Hinaan apa? "Ah.. nikmatnya..!" lamunku.
Fantasiku mengembara makin jauh, hingga akhirnya tanpa sadar aku pun
terlelap dalam ketakberdayaan yang nikmat ini.
ceritasex.blogspot.com
Kamis, 19 Januari 2012
Lesby yang perawan
Cerita seks ini awalnya ga ingin kuceritakan, karena cerita dewasa seks ini sungguh membuatku ketagihan, cerita seks ini awalnya kudapatkan dengan tidak sengaja, ketika aku mendapati 2 orang wanita yang melakukan hubungan seks
dengan bersamaan, alias lesbian, ya apalagi lesbiannya cantik2 banget
dan masih perawan, akhirnya sebagai manuai atau cowok normal maka aku
tergoda.
Cerita ini berawal ketika windy, wanita cakep temenku di datengi adik kostnya.
- mbak, mau kubantu ? – suara Ratih terdengar saat masuk ke kamar kostku.
- Walah ya jangan repot2, ini kan cuma ngebongkar titipan orang – sahutku
Sambil mengeluarkan macam2 kripik dari dalam kardus2 besar yang baru datang.
- kubantuin makan, maksudku – sambung Ratih cekikikan.
Sambil tersenyum aku mengeluarkan juga pakaian yang terlipat rapi dari kardus2 itu juga. Ratih tidak bisa diam melihatku mengeluarkan isi paket dari kerdus. Kubiarkan sesaat Ratih ikut mengatur memisahkan makanan kering, keripik, pakaian dan buku2. Aku teringat sesuatu, tapi terlambat…
- Eih ?!? – Ratih memperhatikan 3 dvd di tangannya.
Movie porno koleksiku ketahuan!!
Ratih berdiri menghindar saat kucoba merebut dari tangannya. Ratih malah naik ke tempat tidurku, bersandar dan membolak balik gambar di covernya. Biarlah, kupikir Ratih juga sudah dewasa. Baru 2 semester berjalan sekolah menengahnya, Ratih sudah termasuk dewasa menurutku. Jika ternyata belum melihat hal2 seperti itu .. ya berarti masih lugu dan poloslah dia.
- mbak Windy punya film begini ? pinjem ya mbak – katanya bangkit dari tempat tidurku langsung berjalan cepat ke pintu.
- hati2 menyimpannya. – seruku sambil melanjutkan unpacking isi kardusku.
Lama juga memilah isi kardus dan menatanya ke lemari, meja dan kulkas kecilku. Setelah semuanya rapi, kuambil kaos longgar dan celana pendek, handuk serta perlengkapan mandiku.
Setelah mandi aku keluar kamar mandi, berjalan terus keluar kamarku sambil mengeringkan rambutku dengan handuk. Beberapa langkah setelah di depan kamar Ratih, kuketuk pintunya.
Dengan lilitan handuk membungkus pinggang hingga pahanya, Ratih membukakan pintu dan langsung menarik tanganku masuk ke dalam kamarnya. Dikuncinya pintu dan kembali memegang tanganku, menarikku ke depan tvnya. Seperti perkiraanku, Ratih masih melihat dvdku tadi.
Masih tertayang seorang pria kulit gelap telanjang dan dua gadis asia setengah telanjang sedang beraksi di ruang kantor. Pria itu berlutut di depan gadis si rambut panjang yang duduk di kursi dengan paha terbuka lebar, kaki yang satu di atas meja. Dengan cepat pria itu menggoyang pantatnya maju mundur sementara si rambut panjang mencengkeram tangannya ke atas, memegang sandaran kursi di belakang kepalanya sambil berteriak seperti kesakitan. Branya telah terbuka menggantung di tangan kirinya. Buah di dadanya bergoyang seirama dengan kayuhan pantat si pria.
Yang rambut pendek berusia belasan tahun terbaring di meja, dengan rok seragam sekolahnya telah tersingkap ke atas. Pahanya terbuka lebar, kakinya diatas meja, sementara kepala pria itu mencium dan menjilat pangkal paha gadis itu. Tangannya pun ikut bermain di sana.
Ratih diam saja saat kuberjalan ke kulkasnya, membuka dan mengambil setangkai anggur. Kututup kulkas dan memutar tubuhku menghadap tempat tidur, memperhatikan Ratih. Ia tak berkedip melihat tv, duduk di tepi tempat tidur, kaki kirinya di atas kaki kanannya, terlihat sedikit bergoyang. Terlihat pantatnya juga sedikit bergoyang memutar.
Ratih hanyut dengan tontonannya. Sambil tersenyum aku duduk di selahnya sekarang. Kuperhatikan dadanya naik turun agak cepat. Kubiarkan Ratih menonton movie itu sampai si pria berdiri dan menghadap meja, ke arah gadis sekolah rambut pendek itu. Pria itu mulai menggoyang pantanya lagi maju mundur di tengah pangkal paha yang terbuka lebar di atas meja.
Sekarang kuganti cemilanku dengan minuman ringan dari kulkasnya. Belum habis minumanku, pria itu telah berteriak, memegang batang kemaluannya yang mengeluarkan cairan putih memenuhi wajah gadis itu.
Kuperhatikan Ratih, duduk tegak, tangannya menopang tubuhnya di tempat tidur. Kakinya sedikit terbuka pahanya.
Sekarang!! Dengan cepat kuraih handuk yang melilit bawah tubuhnya, kutarik lepas menyingkap bawah tubuhnya yang sekarang terlihat jelas. Ratih tidak mengenakan apa2. Ia terkejut.
- Eih!! mbak Windy!!
Tangannya bergerak menutup pangkal pahanya. Saat akan berdiri, kutahan tangannya, sambil terseyum aku berkata
- jangan ributlah, toh punya kita sama. – suaraku menenangkannya.
Ratih mulai tersenym dan kembali duduk tenang.
- tapi punyaku bulunya jarang mbak, masih halus. – tangannya membelah menyisir rambut bawahnya perlahan.
- kalau punyaku sudah banyak keluar, tapi sering kucukur. enak kalau mulai tumbuh lagi, geli2 gimana gitu.
Aku berdiri sekarang menghadap Ratih. Dengan santai kuturunkan sedikit calana pendekku, terlihat jelas Ratih memperhatikan milikku. Lalu ia membandingkannya sebentar dengan miliknya.
- ah mbak Windy sudah dewasa, dada mbak sudah bagus bentuknya.
- kalau dadaku cuma segini – Ratih kemudian mengangkat baju atasnya, terlihat bra cup nya yang agak kedodoran.
Kutarik ke atas kaosku, kulepaskan sekarang lewat kepala. Setelah meletakkan kaosku di atas tempat tidur, kupegang bagian bawah kedua buah dadaku, sedikit kuremas dan sedikit kuangkat ke atas, sedang kucoba kutontonkan pada Ratih.
- punya mbak Windy bagus. mungkin paling bagus diantara anak2 kist sini. – katanya pelan.
- besar, maksudmu ? – jawabku tertawa geli
lalu kuputar bagian belakangku menghadap cermin, menurunkan lebih ke bawah celana pendekku.
- semoga pantatku juga indah ya – komentarku
- padat mbak, apa yang itu disebut bahenol ? – tanya Ratih
- hihihi – tak tahan ku tertawa geli dengan komntarnya. senang juga mendengarnya.
Aku menungging sekarang, memperlihatkan dengan jelas kedua lubangnya di cermin.
Ratih duduk bergeser, ikut memperhatikan apa yang tampak di cermin.
Kutarik celanaku ke atas sekarang, lalu kududuk lagi disebelahnya.
- punyamu sudah basah ? – tanyaku
- apanya mbak ?
- ya yang di bawah pusarmu, terasa basah gak ?
- enggak tau – jawab Ratih.
Ia kini bergerak mundur sedikit di tempat tidur. Lututnya diangkat ke atas, kedua kakinya di atas dipan sekarang, pahanya dibuka lebar-lebar, mempertontonkan pangkal pahanya. Kedua tangannya membantu membukanya hingga kini terkuak. Kulit dalamnya yang merah muda sekarang terlihat jelas, agak berlendir.
- sudah pingin pipis ? – tanyaku lagi.
- tadi pingin sih, tapi bukan pingin pipis rasanya. enggak tau gimana gitu – jelas Ratih.
- tapi sudah basah kan ?
Kuambil handuk dan mengusap pangkal pahanya. Ratih diam saja. Kupijit perlahan sekarang.
- sudah mencoba memasukan ke lubangnya ? – tanyaku lagi perlahan
- apaan ? apa maksud mbak Windy ?- tanyanya
- mungkin jarimu kau masukan ?
- tadi memang pingin memegangnya, terasa enak terus keterusan memegangnya. – jelasnya
- makanya kulepaskan celanaku biar enak mengusapnya – jelasnya lagi.
Terlihat pantat Ratih mulai sedikit bergoyang goyang. Aku tidak menghentikan usapan dan pijitanku.
- enak diusap ? – tanyaku lagi.
- tadinya sih – jelas Ratih.
- kalau sekarang ?
Ratih diam, mencoba menikmati usapanku di bawah perutnya.
Kugeser dudukku sekarang, mendekat. kubelai rambutnya, kusisir perlahan. sesekali kuusap juga telinganya. Ratih diam, menatapku.
Sekarang tanganku tanpa handuk membelai pangkal paha Ratih, bagian sensitif wanitanya, perlahan naik turun, sesekali membuka lipatannya menyentuh tonjolan kecil di dalamnya.
Ratih memjamkan mata. nafasnya mulai terdengar jelas berirama agak cepat.
Kakinya kubuka lebar2, dengan tangan kiriku kupercepat usapan di pangkal paha Ratih.
- hsss … mbaaak – Ratih mendesis, merebahkan tubuhnya di tempat tidur sekarang.
Kugerakkan tangan kananku ke arah dadanya sekarang. Perlahan kuangkat cup penutup buah di dadanya. kuusap-usap ujung kecil di buah dadanya.
- hmmm … hssss – Ratih bersuara tak jelas
Tangannya memegang tanganku yang di dadanya. Hanya memegang. Aku sekarang meremas buah di dada Ratih yang masih ranum itu. Tangan kiriku kupercepat mengusap pangkal pahanya.
Ratih mulai melepaskan nafasnya pendek berirama cepat sambil bersuara
- haah!! haah!! haah!!
Kupercepat tangan kiriku mengusap daging kecil di celah2 pengkal paha Ratih.
Perlahan jari tengahku mengusap sekeliling lubang kecil di bawahnya. Sesekali mencoba masuk
- mbaak!! Haah!! Haah!! mbak Windyyy!! haah!!
Dengan ibu jari tangan kiriku aku kini mengusap daging kecilnya, sementara jari tengahku mencoba masuk ke lubang bawahnya. semakin cepat gerakanku, Ratih kini bergoyang pantatnya. Terus bergoyang mengikuti iramaku.
Telah masuk setengah jari tengahku di dalam pangkal paha Ratih. Mulai basah jariku itu, tapi tetap tertahan tak bisa masuk lebih jauh.
Dengan jangkauan sedikit masuk ke dalam itulah aku menggerakkannya keluar masuk
Semakin cepat, cepat, lebih cepat, kutambah kecepatannya …
- mbaaaak Windyyyyy !! – Ratih menyebut namaku dengan menjerit kecil
Tubuhnya bergetar. Bukan bergoyang seperti tadi, tapi bergetar, mengejang, otot pangkal pahanya menegang, tangan keduanya menangkap tanganku yang bergerak cepat di bagian bawah tubuhnya.
Kemudian diam tak bergerak, kecuali nafasnya naik turun seperti berlari kecil.
Tanganku sudah diam sekarang.
- basah ya ? aku ngompol ya ? tadi seperti pipis rasanya …
Kuambil handukku tadi, kuusap lagi ke bagian penting Ratih itu.
- enak Ratih?!?
- hmmm … gimana ya rasanya … – jawabnya masih telentang.
- punyaku juga sedikit basah lho
Ratih bangkit, duduk sekarang. menatapku lalu memperhatikan bawah pusarku.
- terus aku musti gimana ? – tanyanya
- coba kau ganti dan putar film dvdku. yang India ya ?
Aku beranjak dari tempat tidur ke meja rias Ratih. Ratih dengan cepat mengganti dvd dengan film yang kumaksud. Kuraih sisir sikat Ratih yang dari karet lunak, kududuk lagi di dipan.
kuraih remote dvd, dan kupilih scene yang paling tengah.
Langsung tampil seorang pemuda keturunan India yang telah telanjang bulat, mengikat wanita berdarah India juga yang kini telanjang bagian bawah tubuhnya. Wanita berambut pendek seperti lelaki itu menangis di tepi tempat tidur, kedua tangannya terikat di satu sudut atas tempat tidur.
Kugesekkan pangkal sisir sikat Ratih pada pangkal pahaku berulang ulang.
Ratih yang memperhatikan kegiatanku juga mulai duduk sambil sesekali melihat film itu.
Aku ikut merasakan nikmatku saat pemuda itu memasukan tongkat kehidupan di bawah pusarnya dengan paksa ke gadis yang terikat itu. Bersaamaan itu juga masuklah pangkal pegangan sisir sikat Ratih ke dalam lubang bawahku. Terasa sesak lubangku dipenuhi pangkal sisir itu yang semakin masuk, semakin lebar pangkal sisir itu.
- AArhhhhh!! – aku merasakan nikmat saat kutarik dan kumasukan lagi berulang-ulang
Ratih di sebelahku mulai mengusap bawah perutnya juga, mengikuti iramaku. Ratih duduk terbuka lebar lagi sambil memperhatikanku dan tv bergantian.
Nikmat yang kurasakan menambah sensasi kami berdua saat wanita di tv mulai berteriak2 menangis menjerit-jerit. Sisir itu telah cepat keluar masuk membantuku mencapai nikmat yang kucari.
Ratih mulai mengerakkan jemarinya ikut2 memasuki lubangnya sendiri.
Tambah cepat nafasku saat melihat Ratih mulai bergoyang menikmati usahanya.
Wanita di tv terlihat megejang, sementara pemuda itu menghentikan kegiatannya tuk berganti posisi, menduduki paha wanita itu dan mencoba memasuki lubangnya dengan pusaka miliknya.
- haaah!! mbaaak!! – Ratih merintih, saat tanganku ikut meremas dadanya.
Aku bergerak cepat, menggeser dudukku mendekati Ratih.
- haah!! bantuin Ratih!! haah – seruku
Kudekati tangan Ratih yang menyangga tubuhnya, kuraih dan kuarahkan ke sisirnya sendiri yang keluar masuk di lubang kenikmatanku.
Ratih yang sekarang ikut memegang sisir itu, melai mengikuti irama tanganku.
- haah!! haah!! yang cepat!!
Sekarang kubiarkan Ratih sendiri yang melakukannya. Kubuka pangkal pahaku lebar2 menghadapnya, kuangkat sedikit lubangku, kini Ratih mulai mempercepat tusukannya.
- HAAAAHHH!! – suaraku keluar saat tanganku bergerak,
mengusap dan menekan daging kecil di dalam lipatan bawah tubuhku. Ratih tetap menusukku dengan irama yang kurasa bertambah lama bertambah cepat. Nikmat dan sensasi yang luar biasa, terbawa suara di tv yang nyaring. Benar2 terasa penuh lubangku saat Ratih membenamkannya, dan terasa nikmat sensasinya saat Ratih menarik dan membenamkannya lagi dengan cepat.
Tak kuasa aku menahan getaran dan kejangnya otot di seluruh tubuhku saat puncak nikmat yang kucoba raih itu datang …
- AAAAAAAAAAAARRRRGGGHHHH !!!!
Betul2 serasa mengeluarkan kepuasan yang tiada tara melalui bawah tubuhku …
Kubiarkan Ratih menusuk lubangku beberapa kali, lalu kutahan dengan kedua tangannku mencoba menghentikannya.
Tangan Ratih yang satu masih menusukkan jemarinya ke lubang miliknya dengan cepat sekali. Ia terlihat ingin juga menikmati puncak permainannya. Tak beberapa lama sebelum sempat kubantu …
- hah!! hah!! HAHH!! HHAAAA!! HAAARRGHHH!!! MBAAAAAAAAKKKK!!!
tubuhnya menegang, bergetar sesaat, perutnya naik turun cepat, kemudian merangkulku. Kami berbaring sekaarang, aku tertindih tubuhnya yang penuh keringat. Masih merangkulku dan menyandarkan kepalanya, terdiam tak bergerak.
Bebearpa saat kemudian Ratih sesenggukan menangis …
- huhuuu – berbisik ia dalam tangisnya
- aku sudah tidak perawan lagi ya? Huuu huuu … -
Kuangkat tanganya yang dipakainya sendiri, kuperhatikan ada lendir membasahinya dan sedikit merah …
- entahlah Ratih, aku tidak yakin itu darahmu, tetapi tenang sajalah, kau sudah memdapat apa yang kau cari tadi – bisiku perlahan …
Setelah beberapa lama kami berpelukan, aku mulai meninggalkannya di tempat tidur, merapikan celanaku dan mengenakan kaosku. Kuambil handukku, dan bergerak keluar kamarnya, masuk lagi ke kamarku tuk mandi lagi.
—–
- Begitu deh mas ceritanya – berbisik Windy perlahan
- Lu gila ya Windy, cerita detail begitu ke gue ? – tanyaku perlahan sambil tersenyum.
- Lah, kan mas sendiri yang ingin dengar ceritanya.
- Iya, tapi aku sekarang kan bingung mau ke mana. Pelabuhanku sekarang sedang ke Manado, yang lain di Singapore dengan bossnya. Yang lain sedang terbang dengan flight maskapainya. Kemana kapal selamku musti berlabuh? Ah dasar kau sukanya bikin pusing – kutatap matanya.
Kusandarkan badanku ke kursi, kutarik kedua tanganku menopang kepalaku.
Windy menggeser kursinya, dari hadapanku tadi, sekarang kursi yang beroda itu telah berada di sebelahku. Sambil mendekatkan wajahnya ia tersenyum sambil berbicara perlahan :
- asyik kan ceritanya ?
- Untung gak ada yang dengar ceritamu tadi. – kataku sambil memperhatikan kiri kanan.
- Hari Sabtu begini, kantor ini biasanya sepi mas. Jarang ada yang lembur sampai sore begini.
- Kalau bukan karena menemani mas membackup data akuntasi perusahaan ini tiap hari Sabtu, aku juga gak bakal ke sini mas.
- Lah, bukannya tiap minggu kamu ke sini ngeberesin pembukuan ?
- hiyo hiyo. terserah deh mas. tapi sekarang pokoknya sepi. tenang aja. office boy kan sekarang doyan maen facebook mas.
- mas aja yang freelance di sini tidak memperhatikan. mas cuma hari2 tertentu sih datang ke kantor kami.
Kulirik Windy sekarang. Ia masih memajukan tubuhnya ke arahku. Terlihat bibir merah mudanya yang basah, kemeja atasnya yang ketat sekarang memperlihatkan belahan dadanya yang indah.
Matanya menatapku tak berkedip. Windy memperhatikan mataku melirik dadanya, turun ke paha seakan menelanjangi tubuhnya.
Kuturunkan tanganku sekarang, dengan jarak dekat begini kuraih rambut di atas telinganya.
Kusisir pelahan kebelakng. Windy bergerak mendekat, meletakakan tangannya dipahaku.
Segera kutarik kepala Windy, kucium bibirnya, kuhisap dalam2, lidahku juga mencoba melumat rongga mulutnya.
Kuhentikan ciumanku, terlihat mata Windy terpejam dan sedikit terbuka mulutnya.
- Di mana ruang meetingmu ? – kubertanya sambil mengajak Windy berdiri, menarik tangannya.
Windy berjalan cepat ke arah ujung ruangan yang luas ini. Kulewati lorong kerja disekitar meja kerja karyawan kantor ini. Di salah satu meja yang komputernya menyala terlihat pemuda yang sedang mengetik di keyboard, berinteraksi dengan monitornya yang menampilkan facebook. Office boy sedang sibuk sendirian sekarang.
Pintu paling ujung telah terbuka, dan Windy menahannya menungguku masuk.
Setelah melewatinya, terdengar pintu tertutup perlahan dan kudengar suara kunci diputar.
Sekarang ku berdiri menghadap meja besar di ruangan kecil ini. Terlihat Windy bergerak cepat menutup gorden jendela di dua sisi ruangan ini. Meskipun siang, terasa remang cahaya yang masuk sekarang.
Windy berjalan ke arahku, memutari meja sekarang. Tangannya bergerak melepaskan kancing baju atasnya. Sesampai di depanku Windy hanya mengenakan bra, memperlihatkan buah di dadanya yang besar dan indah tertopang bra gelapnya. Ia kini duduk di atas meja menghadapku.
tangannya kebelakang sesaat, kemudian terlihat rok bawahnya mulai longgar pinggangnya.
Sambil mendekat, kubuka resleting celanaku jeansku.
Kuraih kedua tangannya dan kutarik menyuruhnya turun meja. Rok bawahnya sekarang terlepas saat Windy berdiri menghadapku.
Kuraih kursi dan kuajak dia berlutu sementara aku duduk di kursi itu. Kuhadapkan kursi ke arahnya, kuperlebar ruang resletingku dengan menarik sampai ujung bawah, lalu kuturunkan celana dalamku. Kuraih pusakaku yang setengah berdenyut itu. Batang pusakaku kini telah menjulang keluar diantara delah resleting.
- hmmm – Suara Windy terdengar, saat meraihnya.
Geli dan nikmat langsung mengalir dalam aliran darahku saat Windy mulai memasukan dalam mulutnya. Kepalanya mulai maju mundur, dan tangannya mulai melepaskan kaitan ikat pinggangku. Dibukanya kancing atasnya dan kini dengan sedikit membungkuk Windy sekarang telah menaik turunkan kepalanya, menelan ujung pusakaku sampai terasa sangat geli sekarang.
Kusandarkan tubuhku, dan kuraih kepala Windy.
- oowwhh – tambah geli aku sekarang, saat mulutnya menjepit pusakaku sambil naik turun.
Kubiarkan ia memijit pangkalnya sekarang. Perlahan ia mulai mengurutnya ke atas dan menekannya ke bawah. Lalu bertambah cepat. Dan sekarang lebih cepat lagi.
Sungguh nikmat yang terkira di gedung ini kurasakan.
- iihh – aku terkejut
Rasa sensasi nikmatku bertambah saat Windy menhisapnya.
Terasa beberapa detik cepat berlalu, berlomba dengan gerakan Windy. Segera kulepas kekangan yang kutahan semenjak mendengar cerita Windy dari tadi.
Ujung nikmatku telah sampai. Kubenamkan kepala Windy ke pangkuanku, tak kulepas saat kusemburkan energi di bawah pusarku. Windy memejamkan mata saat menghisap semua energiku, menelannya dan menyapu sisanya dengan lidahnya.
Bukan main … ada kenangan baru aku di hari Sabtu ini.
- enak mas ? – Tanya Windy sambil mengusap mulutnya
- sebentar ya. – Windy berdiri, ke arah lemari kecil.
Dituangnya air di gelas dan meminumnya satu dua teguk. Kemudian disodorkan ke arahku.
Kusambut. Kuraih pergelangan tangannya yang memegang gelas. Aku berdiri dan memutar tubuhku sambil menarik Windy untuk duduk di kursiku tadi.
Windy meletakkan gelasnya di meja, dan langsung memegang kepalaku yang sudah menyeruduk masuk ke pangkal pahanya. Celana dalam hitamnya telah kutekan dengan wajahku menusukan hidungku ketengah tengahnya. Tercium wangi kainnya. Kugosok gosokkan mukaku ke situ. Berputar putar, naik turun, kiri kanan.
- huaaahh … massss
Perlahan tanganku ke pinggulnya, menarik ke bawah kain celaan dalamnya. kuturnkan sampai matakaki. Windy menggerakan sendiri kakinya hingga terlepas kain itu.
Saat kuangkat kepalaku menatapnya, terlihat buah di dada Windy mulai menarik keinginanku meremasnya. Kubuka bra hitamnya. Kuremas2 keduanya. Windy mendesah.
Kuputar kursinya, Windy sekarang kurangkul dari belakang di tempat duduknya. Kuremas sekali lagi dadanya. Kupijat dan kuremas hingga keujungnya. Windy mengangkat kepalanya ke atas.
- haaahhhhsssss maassss
Kutarik kuajak berdiri dia sekarang. Kuangkat satu kakinya dan kunaikkan ke kursi. Kuremas pahanya. Kuremas atasnya sedikit. Perlahan remasanku naik, hingga ke paha bagian dalam di pangkalnya. windy menggigil
Perlahan remasan dan pijitanku sudah sampai ke pangkal pahanya. sudah sampai ke belahan bawah pusarnya. Kupermainkan daging kecil itu. Ia melenguh mengeluarkan udara lewat mulutnya.
Windy menarik tanganku. Ia beringsut sedikit ke meja, lalu duduk di meja menghadapku. Agak bergeser sedikit, ia sekarang mengangkat kedua kakinya di meja lebar itu. Windy melebarkan pahanya ke arahku. Terlihat rapi sisiran bulu bawahnya menutupi lipatan bagian vitalnya.
Windy merebhakan dirinya ke meja sambil bergerak menanti gerakanku selanjutnya.
Segera saja kutarik kursi duduk, menghadap meja, memeluk kedua pahanya dan membenamkan mukaku kebelahan tengah tubuh bawah Windy …
- shayyhhaaanggg !!! hooooohhhhh!!! – serunya berulang ulang beberpa lama
Windy bergetar, saat kumulai menjiat bagian2 penting di area lubang itu.
- huuooh!! hah!! ssshhhh hhaah !!!
Windy terus mengeluarkan suara saat kujilat dengan lidahku yang bergerak cepat di situ.
Kuturnkan tanganku dan mulai mengurut pusakaku yang mulai setengah tegang lagi itu.
- haah!! mass!! saa … yaaang!!
Windy berceloteh tak jelas …
Lidahku lebih cepat bergerak sekarang.
- yes mas !! huuuuh !!!
Kuhentikan jilatanku, aku berdiri sekarang.
- hhmmmm … mmmm … – Windy mengerang,
badannya bergoyang, menyodorkan lubang miliknya ke arahku. matanya terpejam, kedua tangannya meremas sendiri kedua buah dadanya.
Kutempelkan ujung pusakaku langsung di pintu masuk lubang Windy.
- hooh yes mas … sekarang sayang …
Kumasukkan kepala pusakaku ke lubang berlendir itu. kutarik lepas dan segera kumasukkan lagi kepalanya. berulang ulang dengan irama yang semakin cepat.
- hah!! hah!! haahhh!! – nafas Windy memburu gerakanku
beberapa saat kemudian, kumasukkan semua pusakaku, kubenamkan semua ke dalam lubang Windy.
- aaauuwwooooooooohh – mulut Windy makin bersuara memikat
Akhirnya kusaat kubenamkan dalam2 itulah aku segera melakukan getaran sedikit menarik dan dengan penuh memasukkannya. Kjulakukan sangat cepat iramanya, secepat gerakan drill bor yang sangat cepat itu.
- HAUW HAUW HAUW HAUW …. – suara Windy terdengar ikut bergetar cepar
Kutambah getaranku dan kupercepat
Segera saja Windy bergetar, menggelijang, menegang otot perut dan pahanya, mulutnya terbuka tak bersuara … kemudian tangannya mengangkat pahanya, ikut2 bergetar sesaat lagi …
Kuhentikan kegiatanku, kubiarkan Windy meresapi nikmatnya di atas meja meetingnya. Kulepaskan pusakaku, dan kuremas2 tuk menjaga tetap tegang.
Kemuian kutarik kakinya turn meja, kuraih tangannya mengajak berdiri. kuputar badannya dan kuarahkan menungging, tangannya memegang pinggir meja. Kuarahkan pusakaku dan mulai kudororong memasuki lubang Windy sekali lagi. Windy mendesah sekali lagi. sampai ia berjinjit berdirinya, menopang tubuhnya dengan jari kakinya.
Kuteruskan kegiatanku menghujam lubang milik Windy dengan pusakaku, dengan sebentar sebentar berganti posisi. Dari menungging di pinggir meja, berpindah ke kursi, kemudian menungging di karpet. Hingga akhirnya Windy teelentang di karpet dengan kaki berlipat di atas tubuhnya, menahan tubuhku di atasnya yang naik turun secara cepat menindih Windy. Di posisi demikian aku merasakan kenikmatan memenuhi lubnag Windy dengan pusakaku, mengoyaknya, memutar dan bergetar cepat menekan pangkal pahanya.
Hingga akhirnya kucapai lagi ujung kenikmatan yang memuaskanku sekali lagi.
Lelah aku telentang di karpet ruang meeting itu tuk beberapa saat. Sampai kuingatkan Windy tuk memperhatikan cahaya luar gedung yang telah mulai gelap, senja mulai tiba. Waktunya tuk meninggalkan gedung ini.
- makan malam di kostku aja ya mas …. – tangannya masih memeluk erat salah satu tanganku.
- lah emang kau masak apa ? seharian kita di kantormu begini – candaku di dalam lift.
- kita di Tebet mampir ke McD lalu kita makan di kakamarku.
- Ok, aku ke pos satpam dulu nitip motorku tuk parkir lama ya.
Sesampai di kamar Windy di kostnya, bukannya makan pesanan makanan yang kami bawa,
Windy sudah berinisiatif melucuti pakaianku, berusaha membangkitkan garirahku dan kita bergumul di ranjangnya. Setelah aku dan Windy terlentang menikmati puncak kepuasan yang tercapai, rasa lapar kami datang lagi. Sambil makan, Windy menawariku menginap.
- ini kunci cadangan kamarku. – Windy menyodorkan anak kunci.
- besok malam mas masuk sini aja duluan kalau aku belum nyampai.
Lah, ini pemaksaan secara halus, pikirku. Kuterima kuncinya, dan menyalakan tv menyaksikan film lepas yang tayang malem itu. Setelah film selesai, Windy menggantinya dengan salah satu dvd nya. Dari covernya aku sudah bisa menebak, film apa yang bakal kulihat sekarang.
Ditengah film panas Windy itu terlihat Windy melepaskan lagi dasternya kemudian menciumi perutku dan bawah pusarku. Melepaskan celanaku dan mengulum lagi pusakaku. Akhirnya dibantu film dan usaha Windy itulah aku bisa mulai menyambut ajakan Windy lagi.
Terasa Windy seperti ketagihan dengan apa yang diperolehnya malam Minggu ini. Ia selalu menginginkanku memuaskannya, meskipun aku kelelahan. Kubantu Windy mencapai ujung pencapaiannya hingga terasa sampai energiku habis kuekspose malam itu.
Ditengah lelapnya tidurku, jam alarm Windy membangunkam kami di siang hari, segera aku bergerak hendak mandi. Belum sampai aku berdiri dari tempat tidur, Windy sudah merangkulku dari belakang dan tangannya turun ke arah bawah pusarku.
Fenomena pagi kaum laki2 inilah yang ternyata di tunggu Windy. Pusakaku memang sedang tegang dan kencang sekali saat bangun pagi ini. Ini juga yang selanjutnya membuat Windy merintih dan mengerang dalam usahanya mencapai kepuasannya. Windy duduk di bawah pusarku sambil menggesekan pangkal pahanya maju mundur, mememuhi lubangnya dengan pusakaku. Dan Windy berulang-ulang memulainya lagi meskipun ia telah mencapainya berulang ulang. Di pagi ini juga aku bisa memberitahu Windy melalui kemampuanku, jika aku bisa membantunya mencapai kenikmatan dan puncaknya berkali-kali sebanyak yang dia mau. Aliran darahku sedang lancar, konsentrasiku masih segar, nafasku dapat kuatur menjaga jantungku memompa tekakan darahku menstabilkannya. Selalu kupercepat gerakanku tuk menggetarkan lubang di bawah tubuh Windy, yang membuatnya senang menggelinjang mencapai kenikmatannya.
Hingga akhirnya Windy menyudahi ketagihannya, mencapai klimaks terakhinya saat di kamar mandi. Di depan tubuh Windy yang duduk di toilet itulah aku mengakhirinya. Kuhujamkan dengan cepat getaran pusakaku di pangkal pahanya yang terbuka lebar itu. Semprotan air hangat di shower yang kuarahkan ke bawah pusarnya membuatnya berteriak menggigil, bergoyang tubuhnya menggelepar, bergetar otot pahanya, tangannya dengan keras meremas pantatku. Kuakhiri juga nikmatku, mencapai kepuasanku dengan menyemburkan cairan energiku dalam lubang istimewa milik Windy yang terengah-engah.
Sudah berapa bulan aku melewatkan kesempatan seperti ini sejak betemu dan berkenalan dengannya? Kalau saja aku lebih sadar melihat peluang dan kesempatan.
Entahlah, tapi aku punya semangat hidup yang lebih tinggi lagi sekarang …
Cerita ini berawal ketika windy, wanita cakep temenku di datengi adik kostnya.
- mbak, mau kubantu ? – suara Ratih terdengar saat masuk ke kamar kostku.
- Walah ya jangan repot2, ini kan cuma ngebongkar titipan orang – sahutku
Sambil mengeluarkan macam2 kripik dari dalam kardus2 besar yang baru datang.
- kubantuin makan, maksudku – sambung Ratih cekikikan.
Sambil tersenyum aku mengeluarkan juga pakaian yang terlipat rapi dari kardus2 itu juga. Ratih tidak bisa diam melihatku mengeluarkan isi paket dari kerdus. Kubiarkan sesaat Ratih ikut mengatur memisahkan makanan kering, keripik, pakaian dan buku2. Aku teringat sesuatu, tapi terlambat…
- Eih ?!? – Ratih memperhatikan 3 dvd di tangannya.
Movie porno koleksiku ketahuan!!
Ratih berdiri menghindar saat kucoba merebut dari tangannya. Ratih malah naik ke tempat tidurku, bersandar dan membolak balik gambar di covernya. Biarlah, kupikir Ratih juga sudah dewasa. Baru 2 semester berjalan sekolah menengahnya, Ratih sudah termasuk dewasa menurutku. Jika ternyata belum melihat hal2 seperti itu .. ya berarti masih lugu dan poloslah dia.
- mbak Windy punya film begini ? pinjem ya mbak – katanya bangkit dari tempat tidurku langsung berjalan cepat ke pintu.
- hati2 menyimpannya. – seruku sambil melanjutkan unpacking isi kardusku.
Lama juga memilah isi kardus dan menatanya ke lemari, meja dan kulkas kecilku. Setelah semuanya rapi, kuambil kaos longgar dan celana pendek, handuk serta perlengkapan mandiku.
Setelah mandi aku keluar kamar mandi, berjalan terus keluar kamarku sambil mengeringkan rambutku dengan handuk. Beberapa langkah setelah di depan kamar Ratih, kuketuk pintunya.
Dengan lilitan handuk membungkus pinggang hingga pahanya, Ratih membukakan pintu dan langsung menarik tanganku masuk ke dalam kamarnya. Dikuncinya pintu dan kembali memegang tanganku, menarikku ke depan tvnya. Seperti perkiraanku, Ratih masih melihat dvdku tadi.
Masih tertayang seorang pria kulit gelap telanjang dan dua gadis asia setengah telanjang sedang beraksi di ruang kantor. Pria itu berlutut di depan gadis si rambut panjang yang duduk di kursi dengan paha terbuka lebar, kaki yang satu di atas meja. Dengan cepat pria itu menggoyang pantatnya maju mundur sementara si rambut panjang mencengkeram tangannya ke atas, memegang sandaran kursi di belakang kepalanya sambil berteriak seperti kesakitan. Branya telah terbuka menggantung di tangan kirinya. Buah di dadanya bergoyang seirama dengan kayuhan pantat si pria.
Yang rambut pendek berusia belasan tahun terbaring di meja, dengan rok seragam sekolahnya telah tersingkap ke atas. Pahanya terbuka lebar, kakinya diatas meja, sementara kepala pria itu mencium dan menjilat pangkal paha gadis itu. Tangannya pun ikut bermain di sana.
Ratih diam saja saat kuberjalan ke kulkasnya, membuka dan mengambil setangkai anggur. Kututup kulkas dan memutar tubuhku menghadap tempat tidur, memperhatikan Ratih. Ia tak berkedip melihat tv, duduk di tepi tempat tidur, kaki kirinya di atas kaki kanannya, terlihat sedikit bergoyang. Terlihat pantatnya juga sedikit bergoyang memutar.
Ratih hanyut dengan tontonannya. Sambil tersenyum aku duduk di selahnya sekarang. Kuperhatikan dadanya naik turun agak cepat. Kubiarkan Ratih menonton movie itu sampai si pria berdiri dan menghadap meja, ke arah gadis sekolah rambut pendek itu. Pria itu mulai menggoyang pantanya lagi maju mundur di tengah pangkal paha yang terbuka lebar di atas meja.
Sekarang kuganti cemilanku dengan minuman ringan dari kulkasnya. Belum habis minumanku, pria itu telah berteriak, memegang batang kemaluannya yang mengeluarkan cairan putih memenuhi wajah gadis itu.
Kuperhatikan Ratih, duduk tegak, tangannya menopang tubuhnya di tempat tidur. Kakinya sedikit terbuka pahanya.
Sekarang!! Dengan cepat kuraih handuk yang melilit bawah tubuhnya, kutarik lepas menyingkap bawah tubuhnya yang sekarang terlihat jelas. Ratih tidak mengenakan apa2. Ia terkejut.
- Eih!! mbak Windy!!
Tangannya bergerak menutup pangkal pahanya. Saat akan berdiri, kutahan tangannya, sambil terseyum aku berkata
- jangan ributlah, toh punya kita sama. – suaraku menenangkannya.
Ratih mulai tersenym dan kembali duduk tenang.
- tapi punyaku bulunya jarang mbak, masih halus. – tangannya membelah menyisir rambut bawahnya perlahan.
- kalau punyaku sudah banyak keluar, tapi sering kucukur. enak kalau mulai tumbuh lagi, geli2 gimana gitu.
Aku berdiri sekarang menghadap Ratih. Dengan santai kuturunkan sedikit calana pendekku, terlihat jelas Ratih memperhatikan milikku. Lalu ia membandingkannya sebentar dengan miliknya.
- ah mbak Windy sudah dewasa, dada mbak sudah bagus bentuknya.
- kalau dadaku cuma segini – Ratih kemudian mengangkat baju atasnya, terlihat bra cup nya yang agak kedodoran.
Kutarik ke atas kaosku, kulepaskan sekarang lewat kepala. Setelah meletakkan kaosku di atas tempat tidur, kupegang bagian bawah kedua buah dadaku, sedikit kuremas dan sedikit kuangkat ke atas, sedang kucoba kutontonkan pada Ratih.
- punya mbak Windy bagus. mungkin paling bagus diantara anak2 kist sini. – katanya pelan.
- besar, maksudmu ? – jawabku tertawa geli
lalu kuputar bagian belakangku menghadap cermin, menurunkan lebih ke bawah celana pendekku.
- semoga pantatku juga indah ya – komentarku
- padat mbak, apa yang itu disebut bahenol ? – tanya Ratih
- hihihi – tak tahan ku tertawa geli dengan komntarnya. senang juga mendengarnya.
Aku menungging sekarang, memperlihatkan dengan jelas kedua lubangnya di cermin.
Ratih duduk bergeser, ikut memperhatikan apa yang tampak di cermin.
Kutarik celanaku ke atas sekarang, lalu kududuk lagi disebelahnya.
- punyamu sudah basah ? – tanyaku
- apanya mbak ?
- ya yang di bawah pusarmu, terasa basah gak ?
- enggak tau – jawab Ratih.
Ia kini bergerak mundur sedikit di tempat tidur. Lututnya diangkat ke atas, kedua kakinya di atas dipan sekarang, pahanya dibuka lebar-lebar, mempertontonkan pangkal pahanya. Kedua tangannya membantu membukanya hingga kini terkuak. Kulit dalamnya yang merah muda sekarang terlihat jelas, agak berlendir.
- sudah pingin pipis ? – tanyaku lagi.
- tadi pingin sih, tapi bukan pingin pipis rasanya. enggak tau gimana gitu – jelas Ratih.
- tapi sudah basah kan ?
Kuambil handuk dan mengusap pangkal pahanya. Ratih diam saja. Kupijit perlahan sekarang.
- sudah mencoba memasukan ke lubangnya ? – tanyaku lagi perlahan
- apaan ? apa maksud mbak Windy ?- tanyanya
- mungkin jarimu kau masukan ?
- tadi memang pingin memegangnya, terasa enak terus keterusan memegangnya. – jelasnya
- makanya kulepaskan celanaku biar enak mengusapnya – jelasnya lagi.
Terlihat pantat Ratih mulai sedikit bergoyang goyang. Aku tidak menghentikan usapan dan pijitanku.
- enak diusap ? – tanyaku lagi.
- tadinya sih – jelas Ratih.
- kalau sekarang ?
Ratih diam, mencoba menikmati usapanku di bawah perutnya.
Kugeser dudukku sekarang, mendekat. kubelai rambutnya, kusisir perlahan. sesekali kuusap juga telinganya. Ratih diam, menatapku.
Sekarang tanganku tanpa handuk membelai pangkal paha Ratih, bagian sensitif wanitanya, perlahan naik turun, sesekali membuka lipatannya menyentuh tonjolan kecil di dalamnya.
Ratih memjamkan mata. nafasnya mulai terdengar jelas berirama agak cepat.
Kakinya kubuka lebar2, dengan tangan kiriku kupercepat usapan di pangkal paha Ratih.
- hsss … mbaaak – Ratih mendesis, merebahkan tubuhnya di tempat tidur sekarang.
Kugerakkan tangan kananku ke arah dadanya sekarang. Perlahan kuangkat cup penutup buah di dadanya. kuusap-usap ujung kecil di buah dadanya.
- hmmm … hssss – Ratih bersuara tak jelas
Tangannya memegang tanganku yang di dadanya. Hanya memegang. Aku sekarang meremas buah di dada Ratih yang masih ranum itu. Tangan kiriku kupercepat mengusap pangkal pahanya.
Ratih mulai melepaskan nafasnya pendek berirama cepat sambil bersuara
- haah!! haah!! haah!!
Kupercepat tangan kiriku mengusap daging kecil di celah2 pengkal paha Ratih.
Perlahan jari tengahku mengusap sekeliling lubang kecil di bawahnya. Sesekali mencoba masuk
- mbaak!! Haah!! Haah!! mbak Windyyy!! haah!!
Dengan ibu jari tangan kiriku aku kini mengusap daging kecilnya, sementara jari tengahku mencoba masuk ke lubang bawahnya. semakin cepat gerakanku, Ratih kini bergoyang pantatnya. Terus bergoyang mengikuti iramaku.
Telah masuk setengah jari tengahku di dalam pangkal paha Ratih. Mulai basah jariku itu, tapi tetap tertahan tak bisa masuk lebih jauh.
Dengan jangkauan sedikit masuk ke dalam itulah aku menggerakkannya keluar masuk
Semakin cepat, cepat, lebih cepat, kutambah kecepatannya …
- mbaaaak Windyyyyy !! – Ratih menyebut namaku dengan menjerit kecil
Tubuhnya bergetar. Bukan bergoyang seperti tadi, tapi bergetar, mengejang, otot pangkal pahanya menegang, tangan keduanya menangkap tanganku yang bergerak cepat di bagian bawah tubuhnya.
Kemudian diam tak bergerak, kecuali nafasnya naik turun seperti berlari kecil.
Tanganku sudah diam sekarang.
- basah ya ? aku ngompol ya ? tadi seperti pipis rasanya …
Kuambil handukku tadi, kuusap lagi ke bagian penting Ratih itu.
- enak Ratih?!?
- hmmm … gimana ya rasanya … – jawabnya masih telentang.
- punyaku juga sedikit basah lho
Ratih bangkit, duduk sekarang. menatapku lalu memperhatikan bawah pusarku.
- terus aku musti gimana ? – tanyanya
- coba kau ganti dan putar film dvdku. yang India ya ?
Aku beranjak dari tempat tidur ke meja rias Ratih. Ratih dengan cepat mengganti dvd dengan film yang kumaksud. Kuraih sisir sikat Ratih yang dari karet lunak, kududuk lagi di dipan.
kuraih remote dvd, dan kupilih scene yang paling tengah.
Langsung tampil seorang pemuda keturunan India yang telah telanjang bulat, mengikat wanita berdarah India juga yang kini telanjang bagian bawah tubuhnya. Wanita berambut pendek seperti lelaki itu menangis di tepi tempat tidur, kedua tangannya terikat di satu sudut atas tempat tidur.
Kugesekkan pangkal sisir sikat Ratih pada pangkal pahaku berulang ulang.
Ratih yang memperhatikan kegiatanku juga mulai duduk sambil sesekali melihat film itu.
Aku ikut merasakan nikmatku saat pemuda itu memasukan tongkat kehidupan di bawah pusarnya dengan paksa ke gadis yang terikat itu. Bersaamaan itu juga masuklah pangkal pegangan sisir sikat Ratih ke dalam lubang bawahku. Terasa sesak lubangku dipenuhi pangkal sisir itu yang semakin masuk, semakin lebar pangkal sisir itu.
- AArhhhhh!! – aku merasakan nikmat saat kutarik dan kumasukan lagi berulang-ulang
Ratih di sebelahku mulai mengusap bawah perutnya juga, mengikuti iramaku. Ratih duduk terbuka lebar lagi sambil memperhatikanku dan tv bergantian.
Nikmat yang kurasakan menambah sensasi kami berdua saat wanita di tv mulai berteriak2 menangis menjerit-jerit. Sisir itu telah cepat keluar masuk membantuku mencapai nikmat yang kucari.
Ratih mulai mengerakkan jemarinya ikut2 memasuki lubangnya sendiri.
Tambah cepat nafasku saat melihat Ratih mulai bergoyang menikmati usahanya.
Wanita di tv terlihat megejang, sementara pemuda itu menghentikan kegiatannya tuk berganti posisi, menduduki paha wanita itu dan mencoba memasuki lubangnya dengan pusaka miliknya.
- haaah!! mbaaak!! – Ratih merintih, saat tanganku ikut meremas dadanya.
Aku bergerak cepat, menggeser dudukku mendekati Ratih.
- haah!! bantuin Ratih!! haah – seruku
Kudekati tangan Ratih yang menyangga tubuhnya, kuraih dan kuarahkan ke sisirnya sendiri yang keluar masuk di lubang kenikmatanku.
Ratih yang sekarang ikut memegang sisir itu, melai mengikuti irama tanganku.
- haah!! haah!! yang cepat!!
Sekarang kubiarkan Ratih sendiri yang melakukannya. Kubuka pangkal pahaku lebar2 menghadapnya, kuangkat sedikit lubangku, kini Ratih mulai mempercepat tusukannya.
- HAAAAHHH!! – suaraku keluar saat tanganku bergerak,
mengusap dan menekan daging kecil di dalam lipatan bawah tubuhku. Ratih tetap menusukku dengan irama yang kurasa bertambah lama bertambah cepat. Nikmat dan sensasi yang luar biasa, terbawa suara di tv yang nyaring. Benar2 terasa penuh lubangku saat Ratih membenamkannya, dan terasa nikmat sensasinya saat Ratih menarik dan membenamkannya lagi dengan cepat.
Tak kuasa aku menahan getaran dan kejangnya otot di seluruh tubuhku saat puncak nikmat yang kucoba raih itu datang …
- AAAAAAAAAAAARRRRGGGHHHH !!!!
Betul2 serasa mengeluarkan kepuasan yang tiada tara melalui bawah tubuhku …
Kubiarkan Ratih menusuk lubangku beberapa kali, lalu kutahan dengan kedua tangannku mencoba menghentikannya.
Tangan Ratih yang satu masih menusukkan jemarinya ke lubang miliknya dengan cepat sekali. Ia terlihat ingin juga menikmati puncak permainannya. Tak beberapa lama sebelum sempat kubantu …
- hah!! hah!! HAHH!! HHAAAA!! HAAARRGHHH!!! MBAAAAAAAAKKKK!!!
tubuhnya menegang, bergetar sesaat, perutnya naik turun cepat, kemudian merangkulku. Kami berbaring sekaarang, aku tertindih tubuhnya yang penuh keringat. Masih merangkulku dan menyandarkan kepalanya, terdiam tak bergerak.
Bebearpa saat kemudian Ratih sesenggukan menangis …
- huhuuu – berbisik ia dalam tangisnya
- aku sudah tidak perawan lagi ya? Huuu huuu … -
Kuangkat tanganya yang dipakainya sendiri, kuperhatikan ada lendir membasahinya dan sedikit merah …
- entahlah Ratih, aku tidak yakin itu darahmu, tetapi tenang sajalah, kau sudah memdapat apa yang kau cari tadi – bisiku perlahan …
Setelah beberapa lama kami berpelukan, aku mulai meninggalkannya di tempat tidur, merapikan celanaku dan mengenakan kaosku. Kuambil handukku, dan bergerak keluar kamarnya, masuk lagi ke kamarku tuk mandi lagi.
—–
- Begitu deh mas ceritanya – berbisik Windy perlahan
- Lu gila ya Windy, cerita detail begitu ke gue ? – tanyaku perlahan sambil tersenyum.
- Lah, kan mas sendiri yang ingin dengar ceritanya.
- Iya, tapi aku sekarang kan bingung mau ke mana. Pelabuhanku sekarang sedang ke Manado, yang lain di Singapore dengan bossnya. Yang lain sedang terbang dengan flight maskapainya. Kemana kapal selamku musti berlabuh? Ah dasar kau sukanya bikin pusing – kutatap matanya.
Kusandarkan badanku ke kursi, kutarik kedua tanganku menopang kepalaku.
Windy menggeser kursinya, dari hadapanku tadi, sekarang kursi yang beroda itu telah berada di sebelahku. Sambil mendekatkan wajahnya ia tersenyum sambil berbicara perlahan :
- asyik kan ceritanya ?
- Untung gak ada yang dengar ceritamu tadi. – kataku sambil memperhatikan kiri kanan.
- Hari Sabtu begini, kantor ini biasanya sepi mas. Jarang ada yang lembur sampai sore begini.
- Kalau bukan karena menemani mas membackup data akuntasi perusahaan ini tiap hari Sabtu, aku juga gak bakal ke sini mas.
- Lah, bukannya tiap minggu kamu ke sini ngeberesin pembukuan ?
- hiyo hiyo. terserah deh mas. tapi sekarang pokoknya sepi. tenang aja. office boy kan sekarang doyan maen facebook mas.
- mas aja yang freelance di sini tidak memperhatikan. mas cuma hari2 tertentu sih datang ke kantor kami.
Kulirik Windy sekarang. Ia masih memajukan tubuhnya ke arahku. Terlihat bibir merah mudanya yang basah, kemeja atasnya yang ketat sekarang memperlihatkan belahan dadanya yang indah.
Matanya menatapku tak berkedip. Windy memperhatikan mataku melirik dadanya, turun ke paha seakan menelanjangi tubuhnya.
Kuturunkan tanganku sekarang, dengan jarak dekat begini kuraih rambut di atas telinganya.
Kusisir pelahan kebelakng. Windy bergerak mendekat, meletakakan tangannya dipahaku.
Segera kutarik kepala Windy, kucium bibirnya, kuhisap dalam2, lidahku juga mencoba melumat rongga mulutnya.
Kuhentikan ciumanku, terlihat mata Windy terpejam dan sedikit terbuka mulutnya.
- Di mana ruang meetingmu ? – kubertanya sambil mengajak Windy berdiri, menarik tangannya.
Windy berjalan cepat ke arah ujung ruangan yang luas ini. Kulewati lorong kerja disekitar meja kerja karyawan kantor ini. Di salah satu meja yang komputernya menyala terlihat pemuda yang sedang mengetik di keyboard, berinteraksi dengan monitornya yang menampilkan facebook. Office boy sedang sibuk sendirian sekarang.
Pintu paling ujung telah terbuka, dan Windy menahannya menungguku masuk.
Setelah melewatinya, terdengar pintu tertutup perlahan dan kudengar suara kunci diputar.
Sekarang ku berdiri menghadap meja besar di ruangan kecil ini. Terlihat Windy bergerak cepat menutup gorden jendela di dua sisi ruangan ini. Meskipun siang, terasa remang cahaya yang masuk sekarang.
Windy berjalan ke arahku, memutari meja sekarang. Tangannya bergerak melepaskan kancing baju atasnya. Sesampai di depanku Windy hanya mengenakan bra, memperlihatkan buah di dadanya yang besar dan indah tertopang bra gelapnya. Ia kini duduk di atas meja menghadapku.
tangannya kebelakang sesaat, kemudian terlihat rok bawahnya mulai longgar pinggangnya.
Sambil mendekat, kubuka resleting celanaku jeansku.
Kuraih kedua tangannya dan kutarik menyuruhnya turun meja. Rok bawahnya sekarang terlepas saat Windy berdiri menghadapku.
Kuraih kursi dan kuajak dia berlutu sementara aku duduk di kursi itu. Kuhadapkan kursi ke arahnya, kuperlebar ruang resletingku dengan menarik sampai ujung bawah, lalu kuturunkan celana dalamku. Kuraih pusakaku yang setengah berdenyut itu. Batang pusakaku kini telah menjulang keluar diantara delah resleting.
- hmmm – Suara Windy terdengar, saat meraihnya.
Geli dan nikmat langsung mengalir dalam aliran darahku saat Windy mulai memasukan dalam mulutnya. Kepalanya mulai maju mundur, dan tangannya mulai melepaskan kaitan ikat pinggangku. Dibukanya kancing atasnya dan kini dengan sedikit membungkuk Windy sekarang telah menaik turunkan kepalanya, menelan ujung pusakaku sampai terasa sangat geli sekarang.
Kusandarkan tubuhku, dan kuraih kepala Windy.
- oowwhh – tambah geli aku sekarang, saat mulutnya menjepit pusakaku sambil naik turun.
Kubiarkan ia memijit pangkalnya sekarang. Perlahan ia mulai mengurutnya ke atas dan menekannya ke bawah. Lalu bertambah cepat. Dan sekarang lebih cepat lagi.
Sungguh nikmat yang terkira di gedung ini kurasakan.
- iihh – aku terkejut
Rasa sensasi nikmatku bertambah saat Windy menhisapnya.
Terasa beberapa detik cepat berlalu, berlomba dengan gerakan Windy. Segera kulepas kekangan yang kutahan semenjak mendengar cerita Windy dari tadi.
Ujung nikmatku telah sampai. Kubenamkan kepala Windy ke pangkuanku, tak kulepas saat kusemburkan energi di bawah pusarku. Windy memejamkan mata saat menghisap semua energiku, menelannya dan menyapu sisanya dengan lidahnya.
Bukan main … ada kenangan baru aku di hari Sabtu ini.
- enak mas ? – Tanya Windy sambil mengusap mulutnya
- sebentar ya. – Windy berdiri, ke arah lemari kecil.
Dituangnya air di gelas dan meminumnya satu dua teguk. Kemudian disodorkan ke arahku.
Kusambut. Kuraih pergelangan tangannya yang memegang gelas. Aku berdiri dan memutar tubuhku sambil menarik Windy untuk duduk di kursiku tadi.
Windy meletakkan gelasnya di meja, dan langsung memegang kepalaku yang sudah menyeruduk masuk ke pangkal pahanya. Celana dalam hitamnya telah kutekan dengan wajahku menusukan hidungku ketengah tengahnya. Tercium wangi kainnya. Kugosok gosokkan mukaku ke situ. Berputar putar, naik turun, kiri kanan.
- huaaahh … massss
Perlahan tanganku ke pinggulnya, menarik ke bawah kain celaan dalamnya. kuturnkan sampai matakaki. Windy menggerakan sendiri kakinya hingga terlepas kain itu.
Saat kuangkat kepalaku menatapnya, terlihat buah di dada Windy mulai menarik keinginanku meremasnya. Kubuka bra hitamnya. Kuremas2 keduanya. Windy mendesah.
Kuputar kursinya, Windy sekarang kurangkul dari belakang di tempat duduknya. Kuremas sekali lagi dadanya. Kupijat dan kuremas hingga keujungnya. Windy mengangkat kepalanya ke atas.
- haaahhhhsssss maassss
Kutarik kuajak berdiri dia sekarang. Kuangkat satu kakinya dan kunaikkan ke kursi. Kuremas pahanya. Kuremas atasnya sedikit. Perlahan remasanku naik, hingga ke paha bagian dalam di pangkalnya. windy menggigil
Perlahan remasan dan pijitanku sudah sampai ke pangkal pahanya. sudah sampai ke belahan bawah pusarnya. Kupermainkan daging kecil itu. Ia melenguh mengeluarkan udara lewat mulutnya.
Windy menarik tanganku. Ia beringsut sedikit ke meja, lalu duduk di meja menghadapku. Agak bergeser sedikit, ia sekarang mengangkat kedua kakinya di meja lebar itu. Windy melebarkan pahanya ke arahku. Terlihat rapi sisiran bulu bawahnya menutupi lipatan bagian vitalnya.
Windy merebhakan dirinya ke meja sambil bergerak menanti gerakanku selanjutnya.
Segera saja kutarik kursi duduk, menghadap meja, memeluk kedua pahanya dan membenamkan mukaku kebelahan tengah tubuh bawah Windy …
- shayyhhaaanggg !!! hooooohhhhh!!! – serunya berulang ulang beberpa lama
Windy bergetar, saat kumulai menjiat bagian2 penting di area lubang itu.
- huuooh!! hah!! ssshhhh hhaah !!!
Windy terus mengeluarkan suara saat kujilat dengan lidahku yang bergerak cepat di situ.
Kuturnkan tanganku dan mulai mengurut pusakaku yang mulai setengah tegang lagi itu.
- haah!! mass!! saa … yaaang!!
Windy berceloteh tak jelas …
Lidahku lebih cepat bergerak sekarang.
- yes mas !! huuuuh !!!
Kuhentikan jilatanku, aku berdiri sekarang.
- hhmmmm … mmmm … – Windy mengerang,
badannya bergoyang, menyodorkan lubang miliknya ke arahku. matanya terpejam, kedua tangannya meremas sendiri kedua buah dadanya.
Kutempelkan ujung pusakaku langsung di pintu masuk lubang Windy.
- hooh yes mas … sekarang sayang …
Kumasukkan kepala pusakaku ke lubang berlendir itu. kutarik lepas dan segera kumasukkan lagi kepalanya. berulang ulang dengan irama yang semakin cepat.
- hah!! hah!! haahhh!! – nafas Windy memburu gerakanku
beberapa saat kemudian, kumasukkan semua pusakaku, kubenamkan semua ke dalam lubang Windy.
- aaauuwwooooooooohh – mulut Windy makin bersuara memikat
Akhirnya kusaat kubenamkan dalam2 itulah aku segera melakukan getaran sedikit menarik dan dengan penuh memasukkannya. Kjulakukan sangat cepat iramanya, secepat gerakan drill bor yang sangat cepat itu.
- HAUW HAUW HAUW HAUW …. – suara Windy terdengar ikut bergetar cepar
Kutambah getaranku dan kupercepat
Segera saja Windy bergetar, menggelijang, menegang otot perut dan pahanya, mulutnya terbuka tak bersuara … kemudian tangannya mengangkat pahanya, ikut2 bergetar sesaat lagi …
Kuhentikan kegiatanku, kubiarkan Windy meresapi nikmatnya di atas meja meetingnya. Kulepaskan pusakaku, dan kuremas2 tuk menjaga tetap tegang.
Kemuian kutarik kakinya turn meja, kuraih tangannya mengajak berdiri. kuputar badannya dan kuarahkan menungging, tangannya memegang pinggir meja. Kuarahkan pusakaku dan mulai kudororong memasuki lubang Windy sekali lagi. Windy mendesah sekali lagi. sampai ia berjinjit berdirinya, menopang tubuhnya dengan jari kakinya.
Kuteruskan kegiatanku menghujam lubang milik Windy dengan pusakaku, dengan sebentar sebentar berganti posisi. Dari menungging di pinggir meja, berpindah ke kursi, kemudian menungging di karpet. Hingga akhirnya Windy teelentang di karpet dengan kaki berlipat di atas tubuhnya, menahan tubuhku di atasnya yang naik turun secara cepat menindih Windy. Di posisi demikian aku merasakan kenikmatan memenuhi lubnag Windy dengan pusakaku, mengoyaknya, memutar dan bergetar cepat menekan pangkal pahanya.
Hingga akhirnya kucapai lagi ujung kenikmatan yang memuaskanku sekali lagi.
Lelah aku telentang di karpet ruang meeting itu tuk beberapa saat. Sampai kuingatkan Windy tuk memperhatikan cahaya luar gedung yang telah mulai gelap, senja mulai tiba. Waktunya tuk meninggalkan gedung ini.
- makan malam di kostku aja ya mas …. – tangannya masih memeluk erat salah satu tanganku.
- lah emang kau masak apa ? seharian kita di kantormu begini – candaku di dalam lift.
- kita di Tebet mampir ke McD lalu kita makan di kakamarku.
- Ok, aku ke pos satpam dulu nitip motorku tuk parkir lama ya.
Sesampai di kamar Windy di kostnya, bukannya makan pesanan makanan yang kami bawa,
Windy sudah berinisiatif melucuti pakaianku, berusaha membangkitkan garirahku dan kita bergumul di ranjangnya. Setelah aku dan Windy terlentang menikmati puncak kepuasan yang tercapai, rasa lapar kami datang lagi. Sambil makan, Windy menawariku menginap.
- ini kunci cadangan kamarku. – Windy menyodorkan anak kunci.
- besok malam mas masuk sini aja duluan kalau aku belum nyampai.
Lah, ini pemaksaan secara halus, pikirku. Kuterima kuncinya, dan menyalakan tv menyaksikan film lepas yang tayang malem itu. Setelah film selesai, Windy menggantinya dengan salah satu dvd nya. Dari covernya aku sudah bisa menebak, film apa yang bakal kulihat sekarang.
Ditengah film panas Windy itu terlihat Windy melepaskan lagi dasternya kemudian menciumi perutku dan bawah pusarku. Melepaskan celanaku dan mengulum lagi pusakaku. Akhirnya dibantu film dan usaha Windy itulah aku bisa mulai menyambut ajakan Windy lagi.
Terasa Windy seperti ketagihan dengan apa yang diperolehnya malam Minggu ini. Ia selalu menginginkanku memuaskannya, meskipun aku kelelahan. Kubantu Windy mencapai ujung pencapaiannya hingga terasa sampai energiku habis kuekspose malam itu.
Ditengah lelapnya tidurku, jam alarm Windy membangunkam kami di siang hari, segera aku bergerak hendak mandi. Belum sampai aku berdiri dari tempat tidur, Windy sudah merangkulku dari belakang dan tangannya turun ke arah bawah pusarku.
Fenomena pagi kaum laki2 inilah yang ternyata di tunggu Windy. Pusakaku memang sedang tegang dan kencang sekali saat bangun pagi ini. Ini juga yang selanjutnya membuat Windy merintih dan mengerang dalam usahanya mencapai kepuasannya. Windy duduk di bawah pusarku sambil menggesekan pangkal pahanya maju mundur, mememuhi lubangnya dengan pusakaku. Dan Windy berulang-ulang memulainya lagi meskipun ia telah mencapainya berulang ulang. Di pagi ini juga aku bisa memberitahu Windy melalui kemampuanku, jika aku bisa membantunya mencapai kenikmatan dan puncaknya berkali-kali sebanyak yang dia mau. Aliran darahku sedang lancar, konsentrasiku masih segar, nafasku dapat kuatur menjaga jantungku memompa tekakan darahku menstabilkannya. Selalu kupercepat gerakanku tuk menggetarkan lubang di bawah tubuh Windy, yang membuatnya senang menggelinjang mencapai kenikmatannya.
Hingga akhirnya Windy menyudahi ketagihannya, mencapai klimaks terakhinya saat di kamar mandi. Di depan tubuh Windy yang duduk di toilet itulah aku mengakhirinya. Kuhujamkan dengan cepat getaran pusakaku di pangkal pahanya yang terbuka lebar itu. Semprotan air hangat di shower yang kuarahkan ke bawah pusarnya membuatnya berteriak menggigil, bergoyang tubuhnya menggelepar, bergetar otot pahanya, tangannya dengan keras meremas pantatku. Kuakhiri juga nikmatku, mencapai kepuasanku dengan menyemburkan cairan energiku dalam lubang istimewa milik Windy yang terengah-engah.
Sudah berapa bulan aku melewatkan kesempatan seperti ini sejak betemu dan berkenalan dengannya? Kalau saja aku lebih sadar melihat peluang dan kesempatan.
Entahlah, tapi aku punya semangat hidup yang lebih tinggi lagi sekarang …
TERJEBAK PENAMPILAN
Suatu siang aku sedang berjalan menyusuri perumahan elite di jakarta
selatan, tiba2 mata gue tertancap di sebuah bangunan yang cukup
artistik. Ternyata bangunan adalah sebuah butique, tapi tidak terlalu
jelas terlihat kalau tidak diperhatikan oleh orang yang berjalan di
depannya.
Sampai didalamnya, aku disambut seorang cewe yang mungkin pemilik butique tersebut. Bicaranya sangat ramah dan anggun serta penampilannya cukup membuat laki2 mabuk kepayang. Busananya rok ketat putih yang panjangnya selutut dan blues ketat pula warna putih dari kaos agak pendek hingga pusernya terlihat. Blues tsb lengan buntung hingga terlihat seluruh lengannya yang agak berspir tapi wajahnya terlihat lembut dan selalu diikuti senyum manis. Dadanya cukup besar, mungkin 34DD yang membuat aku jadi tersipu ketika ditanya karena dia baru bicara setelah jarak dekat sekali kira2 30 cm mukanya dari wajahku. Dan tercium parfum “Elizabet Arden” yang merangsang dari tubuhnya bahkan napasnya pun terasa menerpa mukaku ketika dia bicara (sesegar aroma OralB). Sebenarnya aku cukup terpana beberapa detik saat menghadapi suasana seperti ini. Aku berpikir : “Apa begini caranya untuk merayu pembeli?”
M: “Mas perlu sesuatu?”
A: “Iya nich, tapi mau lihat2 dulu boleh kan?”
M: “Boleh donk…..tapi mau saya bantu? Baju2 pria masa kini dan harganya tidak terlalu
mahal kok”.
A: “Oh trima kasih mbak, boleh juga sih…maklum saya ini bukan pragawan tapi suka model
baju yang artistik”, jawabku sambil memandangi kelembutan tutur katanya.
Aku melihat sekeliling agak aneh karena semua baju yang dipajang dari kulit warna hitam, dan bentuknya tidak umum untuk dipakai setiap waktu dibutuhkan. Aku jadi berhayal yang bukan2 seperti yang sering kulihat di Internet yaitu situs bdsm. Dia menerangkan satu persatu baju2 kulit yang dipajang. Tanpa sadar aku bicara :
A: “Mbak, semua baju2 di sini seperti yang dipergunakan oleh grup bdsm di luar negeri ya”.
M: “Iya…..tapi ….lho, kok mas tanya seperti itu? Pasti sering buka internet ya tentang
Bdsm ya…hayooo?
A: “Wah tepat deh mbak, memang saya suka main internet, terutama website mengenai bdsm,
bahkan saya selalu mendownload gambar2nya, cerita, pembahasannya, terkadang
filmnya, tapi lama mbak, di Indonesia kan jalur telp digitalnya belum sehebat di luar
negeri”.
M: “Wah, rupanya mas juga senang dan menghayati tentang itu ya?”
A: “Uh suka sekali, tapi belum pernah mencobanya sih, hanya hayalan melulu, maklumlah
suasana tsb kan yang ada hanya di luar negeri, apalagi peralatannya….disini mana ada?”
M: “Lho…jangan pesimis dulu, disini juga ada”
A: “Dimana??!!”
M: “Ada deh”
A: “Kalau ada di sini sih tentu saya udah datangi dan pasti mencobanya untuk menjadi
slavenya, pokoknya saya mau jadi slave murni deh dan menurut apa kata Mistressnya.
Tapi kalau benar2 ada berapa bayarnya ya…? Pasti mahal sekali karena masih langka.
Saya mana mungkin buang2 uang untuk hal yang seperti itu, carinya susah bener….”
M: “Mas benar2 mau coba?”
A: “Tentu mau kalau benar2 ada di sini, tapi kan saya udah bilang….kalau bayar sih saya ngga
mau, tapi kalau gratis…..uuuuuu, asiiiik”, ujar ku sambil bergaya seperti orang nge-rap.
M: “Nah kalau gitu hayalan anda akan jadi kenyataan”
A: “Kenyataan gimana?”
M: “Ya kenyataan karena saya punya peralatan tsb dan pasti gratis”.
A: “Haah…??!! Wah yang bener?. Oke juga nich, boleh donk saya mencobanya.
Tapi….tunggu dulu, siapa yang jadi mistressnya? Orang bule ya? Masa gratis?”
M: “Oh ngga….saya yang akan jadi mistressnya…”
A: “Hekkkk…Glekkk!!!
Aku cukup terkejut mendengar pengakuan dia, sampai mata terbelalak memandangi wajahnya karena tidak percaya, tapi ia meyakinkan betul. Akhirnya aku bertanya segala sesuatunya agar lebih yakin.
A: “Coba jelaskan kalau mbak benar2 punya, dari mana peralatan itu di dapat? Bikin sendiri
atau apa…?”
M: “Ok deh, biar mas percaya saya akan ceritakan dari mana semua yang saya punya. Saya
punya pacar orang asing, dia yang melengkapi semua barang tersebut yang dibawa dari
negaranya. Untuk furniturenya dia yang buat sendiri tapi bahan2nya dari sini. Yang
dibawa dari negaranya hanya yang kecil2 saja. Tapi ia udah pulang ke negaranya dan
tidak pernah kembali lagi karena dia punya istri dinegaranya. Dia disini hanya tugas
selama 2 tahun. Dia submissive murni, dia suka kalau saya selalu mendominasinya.
Itulah selama 2 tahun saya dengan dia berhubungan, kalau sex sih tidak sering tapi kalau
jadi mistress sih memang dia yang ajarin hingga saya tahu betul apa yang harus dilakukan
sebagai mistress, bahkan dia ingin saya menjadi sadist mistress baginya, dan akhirnya
saya benar2 menyukai suasana seperti itu… Gitu lho ceritanya. Gimana udah
percaya?”
A: “Wah…wah…wah..oke juga nich. Tapi itu kan cuma cerita, saya juga bisa cerita lebih
hebat dari mbak.
M: “Memang benar sih, perlu bukti. Memang sulit membuat percaya anda dengan hanya
sebuah cerita. Tapi percaya deh….”
A: “Tapi ok deh saya percaya. Sekarang coba jelaskan apa aja sih yang mbak punya?”
M: “Wah kalau itu sih rahasia….mas bisa tahu kalau datang melihat sendiri dan mencobanya”.
A: “Oh gitu…iya deh saya mau datang kesana dan mecobanya. Tapi dimana?”
M: “Itu rahasia, mas ngga boleh tahu saat ini”
A: “Oh gitu……kapan bisa kesana?”
M: “Kapan mas bisa?”
A: “Sekarang pun bisa”.
M: “Betul??”
A: “Iya…!”
M: “Tapi ada persyaratannya yang harus mas jalani dan tepati, mas harus merahasiakan ini
karena saya tidak mau orang tahu tempat tersebut nanti pada datang. Saya tidak
komersial, alat2 tersebut hanya untuk kesenangan pribadi. Saya juga punya teman 2
orang, yaitu 1 cewe dan 1 lagi cowo, mereka juga slave saya yang sudah jadi dan selalu
setia”.
A: “Wah, sering praktek donk?”
M: “Ngga juga sih, mereka akan datang kalau saya butuhkan, karena itu perjanjiannya
seorang slave. Sebenarnya sekarang saya lagi butuh mereka tapi tiba2 mas datang mau
menjadi slave saya, ya kebetulan”.
A: “Iya …ya, untuk saya juga kebetulan tapi yang sebenarnya memang saya sedang mencari
suasana seperti itu secara real. Persyaratannya apa sih, mudah2an saya bisa
melakukannya. Wah ini semua gara2 cuma mau melihat lihat doank, eh jadi begini”.
M: “Ngga apa2 kok, tahu semuanya lebih baik, kan? Persyaratannya ngga sulit kok, gini……
Pertama mas harus membuktikan bahwa telah bersedia menjadi slave, sejak kita
berangkat mata kamu harus ditutup dan harus diikat, sampai disana semua baju harus
dilepas karena disana banyak peralatan yang harus mas pakai untuk kesenangan saya,
sebagai slave tidak boleh melawan, menolak, menentang segala apa yang saya
perintahkan, segala sesuatu yang mas terima harus mengucapkan terima kasih baik itu
rasa sakit, rasa nikmat, rasa terhina dll, selama berada didekat saya. Sejak mas menjadi
slave saya harus selalu memanggil saya diawali dengan MISTRESS dan untuk selanjutnya
bersedia dimanfaatkan oleh saya untuk orang lain karena terus terang disamping
kesenangan saya ada segi businessnya, tapi untuk yang pertama ini adalah training untuk
menjadi slave yang penurut. Mas tahu, saya melihat sesuatu di dalam diri mas yang
pasti bisa saya bentuk dan mencuci otak untuk benar2 menjadi slave, dimana kalau mas
berbuat salah atau menolak perintah berarti hukuman berat akan mas terima dari saya,
segitu dulu…… Gimana?”
Aku mendengar statement tersebut cukup kaget, karena benar2 akan mengubah hidupku yang bebas menjadi terikat bahkan hukuman2 berat pasti akan aku terima seperti yang kulihat di internet.
A: “Wah banyak juga persyaratannya dan agak berat juga ya?”
M: “Kalau nggak mau sih nggak apa2, kita lupakan saja pertemuan dan pembicaraan ini dan
langsung pergi ngga jadi beli apapun juga boleh. Udah ya saya mau kerja nich”
A: “Oh tunggu…jangan cepat tersinggung donk….Mau kok….saya mau dan saya akan
lakukan persyaratan mbak tadi. Tapi maksud mbak cuci otak itu apa?”.
M: “Nah gitu donk…..Cuci otak itu, saya akan melakukan slave training yang cukup berat agar
membuat mas menjadi slave yang penurut dengan mencoba semua peralatan saya, dan
saya sebagai mistress profesional punya kemampuan untuk menghilangkan semua pikiran
bahwa mas seorang yang bebas, yang ada adalah mas seorang slave milik saya
sepenuhnya sampai mati seperti jaman dulu, dan tidak ada jalan lagi untuk kabur atau
menghindar dari saya, gitu lho”.
Aku tambah terkejut mendengar keterangan ini, aku jadi takut tapi ini suatu kesempatan untuk mencoba impian menjadi kenyataan meski harus menanggung resiko yang berat. Tapi apa mungkin dia bisa menahan kalau aku menghindar atau melawan? Kayanya dia tidak bisa melawan kok, dia kan cewe dan lembut lagi, tapi kalau sudah tidak berdaya? Ah, yang penting dicoba dulu baru cari jalan keluar karena ini kesempatan yang baik untuk fantasi di dominasi oleh cewe cantik ini, sexy, bdnya cukup besar, bicaranya merangsang, bau tubuhnya juga merangsang, apa karena ia pakai parfum mahal atau memang langsung dari tubuhnya. Tapi kalau jadi istriku, juga sebagai mistress, mungkin aku akan selamanya jadi seorang slave untuknya.
A: “Ooooh gitu..”
M: “Nah gimana?”
A: “Oke deh, saya mau menyerahkan hidup saya sama mbak untuk menjadi slave dan setia,
tapi apa selamanya?”.
M: “Ya…kalau udah setuju tentu selamanya karena tidak ada jalan lagi bagi mas untuk pergi
meninggalkan saya atau kabur… Kamu betulan nich?”
A: “Iya, betulan kok”.
M: “Ngga menyesal nanti dibelakang hari?”
A: “Ngga kok, memang suasana ini yang sedang saya cari dan saya selalu mencari seorang
mistress yang bisa mendominasi saya”
M: “Pikir lagi deh sebelum menyesal….perlu mas tahu bahwa saya ini kalau jadi mistress bisa
lembut juga bisa sadis, karena itu memang lifestyle saya dan saya juga senang
kesadisan”.
A: “Hah…Glekkk???!!
M: “Kenapa?”
A: “Sadis kan tidak ada batas…mbak bisa membunuh saya donk kalau gitu”.
M: “Oh jangan kuatir, itu tidak akan terjadi…ini kan hanya bdsm, salah satu variasi dari
kelainan sex, jadi semuanya safe kok. Ini kan hanya warming up untuk sex yang tidak
umum”.
A: “Oh gitu….oke deh saya mau dan bersedia sekali”
M: “Nah gitu donk, ayo kita mulai membuktikan bahwa mas bersedia menjadi slave saya, ok?”
A: “Ok mbak”
M: “Sekarang kita ke dalam, dan mulai saat ini kamu harus memanggil saya Mistress Rani dan
saya ngga perlu tahu nama kamu siapa, ok?
A: “Iya Mrs Rani …tapi kalau ngga tahu nama saya..kalau hubungan kita sampai selamanya
gimana”
Dia tersenyum mendengar jawabanku dan mulai memanggil dengan panggilan tersebut. Dia mulai menutup pintu butique dan menunjuk pintu agar gue mengarah kesana dan membuka pintu tersebut lalu masuk kedalamnya.
Pintu aku buka, ternyata ruang tersebut gelap sekali hingga aku hanya berdiri di depan pintu dan mencari cari tombol lampu tapi tidak ketemu.
Tiba2 aku merasa ada yang mendorong pantat gue dengan kaki, ternyata dia..! Aku terdorongl kedalam dan pintu tiba2 menutup kembali bahkan terkunci ketika kucoba untuk membukanya. Gelap gulita menyelimuti ruangan dan aku tidak tahu harus berbuat apa tidak ada cahaya sedikit pun dan yang terdengar hanya suara AC yang membuat ruangan semakin dingin.
Tiba2 terdengar suara sayup2 melalui speaker yang entah dimana letaknya, yang memerintahkan melepas semua bajuku, yang tinggal hanya CD doank. Setelah kulakukan semuanya, terdengar suara lagi agar mengambil benda yang terletak disebelah kiriku. ternyata ternyata seperti sebuah ban pinggang kecil. Aku diperintah memakai benda tersebut diiringi suara yang mengajari cara memakainya. Aku tidak tahu benda apa itu, tapi yang pasti sudah melingkar di pinggang karena memakainya mudah sekali seperti safe belt mobil tapi yang ini hanya sebuah ban pinggang dan ternyata terbuat dari sejenis besi lunak. Aku sih masa bodo yang penting bisa mencoba kesempatan ini. Setelah itu aku tak tahu harus berbuat apa di ruangan yang gelap gulita ini.
Tiba2 lampu ruangan mulai menyala perlahan hingga terlihat dia sudah duduk di sofa panjang dan sudah ganti baju. Tapi…memang benar, make up nya membuat wajahnya terlihat kejam tapi lebih cantik dan sexy sekali. Dia hanya mengenakan Gstring hitam (celana dalam kecil berbentuk tali) dan penutup dadanya hanya bahan kaos melingkar tanpa tali. Terlihat payudara yang tertutup bahan kaos tersebut menyembul karena ukuran yang cukup besar, putingnya terlihat mencuat indah dipandang dan di tangannya memegang CROP (sabetan kuda). Dia juga memakai stocking hitam sampai ke paha dengan rambutnya yang tebal dan hitam terurai sebahu, persis seperti gambar yang aku pernah lihat di website mistresses di internet. Jarak aku berdiri sama dia kira2 10m tapi terlihat jelas keseluruhan penampilannya yang cukup membuatku terpana
Dia melempar sesuatu yang ternyata 2 buah borgol yang semua terhubung dengan rantai. Tapi setelah kupakai berakibat aku tidak bisa berdiri tegak lagi karena borgol kaki dan tangan tersambung dengan rantai kira-kira 20cm, begitu pula jarak lebar rantai diborgol kaki dan tangan kira-kira 20 cm juga. Jalan pun juga agak sulit karena jarak langkah sangat pendek.
M: “Ayo slave, merangkak ke sini”.
A: “Iya mistress tapi susah sekali”
M: “Ingat, kamu hanya boleh menjawab “Ya mistress”, tidak pernah ada kata2 lain dan tidak
boleh bicara kalau tidak di tanya, apalagi pendapat, atau pertanyaan atau sanggahan,
MENGERTI SLAVE.??!
A: “Ya Mistress Rani, terima kasih”
Dalam hati : “Dia mulai memanggilku slave yang artinya budak, sialan juga ini perempuan”.
M: “Good boy…ayo merangkak ke sini, CEPAAAT..!!!
Dengan susah payah aku merangkak ke arahnya memakan waktu cukup lama karena jarak gerakan terlalu pendek. ‘Aku sempat menyesal dalam hati karena mau melakukan ini tapi udah terlanjur jadi kulakukan juga sekedar membuat impian jadi kenyataan.
Setelah sampai dia marah karena aku lama sekali merangkaknya. Dia menyabetkan CROP di tangannya sampai aku teriak dan menggelinjang karena kaget dan perih di bagian pantat tapi tak bisa menangkis atau menghindar karena borgol ini. (seperti tawanan).
Dia berdiri tolak pinggang, gue disuruh membukakan stockingnya, tapi karena tangan sulit digunakan, aku disuruh menggunakan mulut dan gigi. Dengan susah payah gue lakukan perintahnya meski memakan waktu cukup lama yang berakibat beberapa sabetan mampir di punggung gue diiringi desahan gue karena pedih. Ternyata dia memang benar2 mistress yang sadis.
Setelah kedua stocking terlepas dia duduk kembali di sofa dan menyodorkan kakinya agar aku jilat. Gue melakukan apa yang disuruhnya menjilat telapak kaki seperti anjing, menghisap jari2nya, lidahku menjilat sela2 jari kakinya. Kepalaku dipermainkan dengan telapak kaki yang satunya saat penjilatan sedang berjalan. Dia hanya senyum melihat aku terhina seperti ini. Tapi herannya aku terangsang sekali dengan suasana seperti ini.
Setelah cukup lama dia menyuruhku berdiri, tapi mana bisa, yang bisa hanya berdiri tapi membungkuk. Terus disuruh jalan dan tidak boleh jatuh, sementara sabetan terus mampir di pantat, tapi tidak terlalu sakit karena masih ada celana dalam yang kebetulan agak tebal. Dia mengetahui ini, lalu dia melepas CDku dengan menggunting. Lengkap sudah teriakanku akibat rasa pedih karena sabetan berulang2, tapi aku tetap harus jalan meskipun lambat karena sulit mengelilingi ruangan yang penuh suara tertawa wanita dan teriakanku serta suara rantai yang menyentuh lantai. Tapi terdengar asik sekali, jadi horny juga, si doel jadi tegang terus.
Karena ngga tahan karena terhina aku melawan dengan menangkap CROP tsb dan menjatuhkan diri. Tapi ada suatu rasa di pinggang ku, ban tersebut tiba2 mengecil mengepres membuat susah napas, kemudian terasa pula sengatan listrik ringan yang membuat aku ketakutan 0,5 mati. Aku melihat dia sambil tertawa memegang remote control, ternyata dia yang mengendalikan semua ini.
M: “Slave, kalau kamu melawan tentu akan merasakan akibatnya. Benda di pinggang kamu dapat saya control dari jauh dan yang terjauh sampai 10 km, signalnya masih terima, jadi kamu tidak bisa lari dari saya dan melawan, hi..hi..hi..”
Aku buru2 menghampiri dia dengan menyembah di kakinya memohon ampun, dan terasa himpitan ban pingggang dan sengatan listrik ringan mulai mengendor.
M: “Benda tsb tidak bisa dibuka karena udah saya konci dengan password dengan tenggat waktu 3 bulan, setelah itu baru bisa dibuka atau di setting lagi untuk 3 bulan dimuka. Energi yang diperlukan dari panas badan kamu dan cahaya sekitar udah cukup untuk membuat ia bekerja. Ia water proof, bisa kamu bawa mandi dan sulit untuk diputuskan karena dibuat dari besi baja lunak. Saya mempunyai beberapa remote control manual, dan otomatis dengan getaran suara saya. Jadi meski kamu merebut remote ini, dengan nada suara, saya dapat menjalankan alat dipinggang kamu itu. Benda ini hadiah dari pacar saya sebelum dia pulang untuk menangani slave yang bandel seperti kamu, PAHAM….???!!
Kemudian dia memakaikan COLLAR dan disambungkan dengan rantai, terus dia mengajak jalan keliling ruangan yang membuatku tersungkur beberapa kali karena mengikuti jalannya yang terlalu cepat. Tapi dia selalu tertawa melihat adegan ini. Bahkan kadang ditambah sabetan CROP cukup keras dan bentakan dengan kata2 yang menghina.
M:“Kamu baru segitu aja udah teriak, kalau gitu sebaiknya kamu saya pakaikan DENTIST GAG”
Dia mengambil suatu benda yang di pakai di dokter gigi agar mulut terbuka terus, mulut saya dipaksa terbuka lebar karena regangan besi yang tersangkut antara gigi atas dan bawah.
Kemudian aku ditarik lagi dan mulai merangkak lagi diiringi sabetan CROP dan desahan serta gelinjang badanku akibat sengatan cukup pedih dari sang mistress. Ludah menetes di mana mana karena mulut selalu terbuka.
Tiba2 dia berhenti, dan menarik mukaku, tepat hidungkue ke pantatnya, di kentut cukup panjang tepat dihidungku hingga harus mengendus bau kentut. Meski dia memakai GSTRING, dia dapat dengan mudah menggesernya hingga hidung tepat di lubang anusnya. Aku benar2 merasa terhina menerima perlakuan ini, tapi dia terlihat tertawa terbahak-bahak. Aku jadi takut menolak karena akan berulang ancamannya dengan sesuatu yang dipinggang ini.
Kemudian dia duduk di punggungku, membuatku seperti kuda. Terus dia ikatkan dua buah tali di kiri kanan sumbat mulutku, dan disuruh merangkak terus. Kalau mau belok kekiri dia tarik tali kiri aku harus belok ke kiri. Kalau salah CROP mampir di pantat. Benar-benar gila dipermainkan seperti ini, tapi asik juga sih meski harus merasakan terhina dan pedih.
Mungkin dia tahu aku lapar, dia menyuruh makan setelah DENTIST GAG nya di buka. Makanan disediakan di sebuah piring agak besar berupa bubur diubin dan harus makan dengan mulut, sementara dia duduk di sofa dan kakinya di taruh di punggung. Kadang2 kakinya menekan nekan penisku, atau jari2 kakinya menusuk nusuk anus sampai aku menggelinjang dan ia selalu tertawa melihat gerakan tsb karena dia mengulang-ulang perlakuan itu. Tapi tetap harus terus makan sampai habis. Yang lucunya aku harus minum dari botol bayi melalui dot, yang diiringi senyum nya.
Tak lama kemudian, Semua belengu dibuka, gue disuruh mandi hingga bersih, dan harus mencukur semua bulu yang ada, dia mau melihat aku seperti bayi baru lahir. Tentu saja aku nurut karena bila menolak harus menanggung akibatnya di ban pinggang.Tanpa ragu2 setelah mandi dan buang air, aku cukur semua termasuk kumis, bulu ketiak, bulu si doel sampai ke selangkangan, bulu kaki bahkan bulu dada juga gue habisin, daripada kena kena hukuman lagi.
Keluar dari kamar mandi aku hanya memakai handuk, terlihat dia duduk bertopang kaki sambil membaca majalah DDI (majalah tentang mistress2). Ketika dia melihat aku keluar dari kamar mandi, dia langsung memerintah :
M: “Slave, buka handuk itu, saya mau lihat kebersihan kamu setelah mandi dan merangkak ke sini, CEPAAAT…!!!!”
Aku langsung merangkak cepat menuju kearahnya tanpa berpikir panjang lagi karena sekarang sudah terbebas dari belengu yang dapat menghambat rangkakan.
Aku disuruh muter, nungging, …pokoknya diperiksa dengan teliti, rupanya dia senang sekali dengan hasil kerjaku.
M: “Rupanya kamu slave yang hebat juga ya, kamu sudah melakukan perintah saya dengan baik jadi saya harus kasih hadiah sama kamu”.
Seneng juga sih mendengar pujian sang mistress, tapi hadiah apa yang akan di kasih? Dia memberikan bungkusan plastik hitam dan disuruh buka. Ternyata isinya baju dalam perempuan. Bingung juga atas semua ini. Untuk apa dia kasih hadiah semacam ini? WAH....BAKAL ANEH LAGI NICHHHH.
M: “Sekarang kamu harus memakai semua yang ada di dalam bungkusan itu, saya senang sekali kalau kamu terlihat seperti perempuan karena body kamu sangat menunjang untuk memakainya. Ayo kerjakan, saya ada tugas lagi setelah ini”.
Aku keluarin semua yang ada di dalam bungkusan. Pertama disuruh memakai stocking hitam. Rasanya lembut tapi aneh. Terus disuruh memakai celana GSTRING seperti dia, juga warna hitam. Trus disuruh memakai GARTER BELT (terletak dipinggang berbentuk renda dan ada renda kecil dan penjepit untuk menahan stocking turun). Terus disuruh memakai beha warna sama dengan kulit dimana beha tersebut sudah terisi jendolan mungkin semacam busa seperti payu dara, tapi kalau dilihat sepintas seperti tidak memakai beha, dan terlihat seperti payudara karena ditengahnya digambar seperti putting cewe dan sedikit berjendol seperti putting asli. Talinya pun bukan kebelakang tapi dari dada naik ke leher melingkar dengan warna kulit juga hingga samar terlihat perbedaannya hingga terlhat persis seperti wanita berpayudaranya besar dan bagus bentuknya seperti asli (creativenya boleh juga).
Kemudian aku disuruh memakai rok panjang sebatas mata kaki warna hitam dari katun yang lembut, tapi terbuka sampai keselangkangan. Memakainya mudah hanya melingkar sedikit di atas pinggul tapi tidak boleh menutupi pusar, lalu talinya dilibatkan satu kali, kemudian diikat hingga rok tidak mungkin turun kebawah. Yang jelas kalau melangkah paha pasti kelihatan. Trus disuruh memakai atasan tangan buntung yang cukup ketat dari katun juga berwarna hitam lembut tapi belahan depannya cukup terbuka ke bawah hingga terlihat seperti payudara cewe menyembul keluar…..GILA..!!! .
Dia belum puas juga, aku disuruh memakai anting yang bergantung sampai keleher katanya biar kelihatan feminim. Karena rambutku pendek dia menuruh memakai secarik bahan yang telah didesign olehnya hingga dapat melingkar di kepala seperti menutupi rambut hingga terlihat seperti cewe beneran. Terus dia sendiri memasangkan sesuatu seperti COLLAR tapi dari bahan kain hitam melingkar di leher, di depannya ada tergantung leontin warna emas. Yang aku heran selama memakai semua perlengkapan ini si doel tegang terus, horny juga lho.
Ketika dia menyuruh bercermin, kagetnya 0,5 mati, aku seperti melihat ada cewe sexi di cermin. Apalagi ketika dia mulai me makeup muka dan memakaikan lipstik merah muda, wah….aku benar2 udah berubah jadi perempuan.
Kemudian aku diajak dia melihat video, ternyata film mengenai tari striptise. Yang konyolnya, aku disuruh mengikuti lagu dan gerakan erotic film tersebut. Terpaksa deh bergoyang bergaya erotic seperti perempuan, pertama memang ngga bisa tapi beberapa menit kemudian bisa juga sih bergaya erotic seperti difilm. Dia duduk menonton gue sambil masturbasi hingga ruangan tersebut muncul suara desahan sexi dari sang mistress. Dia bilang aku tidak boleh berhenti sampai dia menyuruh berhenti.
M: “Ayo slave, kamu goyang lebih erotic lagi, lebih sexi lagi…aaaahhh, kamu…ternyata memang seorang wanita sexi yang pernah saya temui……saya ini bisex, saya suka gaya kamu slave….aahhh….hhhmmmm…!!”
Aku mendengar kata2 dan desahannya, sebenarnya sih naik berahi tapi karena udah commit menjadi slavenya, terpaksa menahan gejolak berahi ini, tapi si doel tidak mau mengerti, terlihat celana dalam kecil ini menjendol dan palkonnya muncul menjembul keluar.
Dia tersenyum dan berdesah terus sambil memandangi tanpa kedip. Tapi tiba2 lagu berhenti, dia memanggil agar merangkak kearahnya. Dia buka Cdnya dan aku disuruh menjilat sampai dia puas. Ternyata pussynya udah basah dari tadi, terasa banyak cairan yang mengalir masuk ke mulut, dibarengi desahannya kian meninggi dan gerakan2 pinggul makin membuas. GILAAA.....ternyata dia mencapai klimax....!
Karena ngga tahan berahiku yang kian meninggi, lantas saja ngomong sama dia :
A: “Mistress Rani , boleh saya bicara?.”
M: “Ada apa slave?”
A: “Saya bagaimana? Saya sangat horny sekali... pusing nih”
M: “Kamu ini siapa, JAWAB?”
A: "Saya ini seorang slave milik mistress sepenuhnya”
M: “Makanya, jangan bertanya lagi dan tidak boleh berbuat sesuatu kalau saya belum izinkan, apalagi masturbasi sendiri, MENGERTI KAMU SLAVE?”
A: “Tapi Mistress…..”
M: “Tidak ada tapi, tapi….apa mau terima hukuman lagi, hah?”
A: “Tidak mistress, terima kasih”.
M: “Ayo teruskan tugas kamu membersihkan pussy saya, jilati terus sampai ada perintah berhenti”
A: “Baik mistress, saya akan melaksanakan”
Terpaksa kulakukan tugas menjilat lagi sampai ada perintah berhenti, tapi berahi ini semakin meninggi hingga lutut dan badanku terasa bergetar. Hal ini disadari oleh dia dan dia melakukan sesuatu.
M: “Slave….sudah, berhenti, dan ikut saya”.
Aku dibawa kesuatu ruang yang ada tempat tidurnya, dia menyuruh naik ketempat tidur tersebut. Aku udah girang karena akan diberi kesempatan untuk melepaskan berahi yang udah meninggi ini. Tempat tidur tersebut aneh, besarnya seperti tempat tidur biasa, tapi tengahnya bolong berbentuk persegi panjang. Aku disuruh lepas celana dalam dan disuruh berdiri lalu dia memakaikan karet di bagian palkon hingga terasa terjepit sekali. Lalu disuruh naik ketempat tidur, dimana penis tepat berada dibolongan tersebut tanpa menyentuh sesuatu. Lalu dia mengambil besi yang ada lengkungannya 3 buah (berbentuk setengah bundar, lalu dia memasangkan di kedua tanganku sejajar dengan leher dan ditempat tidur ternyata ada besi serupa di kasurnya, ketika besi tersebut bertemu tiba2 terdengar “Klik…Klik…Klik…Klik…klik…” alhasil kedua tangan terkunci sejajar dengan leher (ini disebut IRON STOCK – pasung besi). Begitu pula pergelangan kaki juga terkunci dengan pasungan besi.
M: “Nah slave, saya berbuat begini agar kamu beristirahat untuk tidur karena saya juga mau tidur sebentar menyegarkan badan untuk nanti malam session kita sampai pagi, dan lebih pasti lebih hot dan sadis dari yang sekarang karena kamu yang mau mencoba semua perlengkapan saya dan saya udah bilang bahwa saya adalah seorang mistress yang bisa lembut tapi juga bisa sadis, ternyata kamu bersedia kan? Dan kamu tidak akan pernah menyesal kan? Masih ingat kan?”.
A: “Tapi Mistress, ngga usah dengan cara begini, saya mana bisa tidur nyenyak dalam keadaan terpasung begini”
M: “Kalau saya tidak buat seperti ini nanti saya tidur kamu bisa berbuat seenaknya tanpa setahu saya. Kamu mau ngga terima yang seperti ini atau mau yang lebih berat untuk tidur? Ayo jawab…!!! Apa mau ban pinggang itu bekerja lagi?”
A: “Engga Mistress, saya mau terima semua dan terima kasih”.
M: "Ya udah tidur saja,……kamu juga harus menjaga stamina untuk nanti malam. Tapi kamu harus dijaga agar tidak masturbasi sendiri. Kamu ini slave alias BUDAK, selalu harus menerima siksaan termasuk siksaan menahan berahi. Nanti malam kamu harus membuat saya puas dan senang sesuai dengan perjanjian kita. Tapi sebaiknya mulut kamu saya sumbat dulu biar tidak banyak bicara, betul ngga slave?”
A: “Betul mistress, sumbatlah mulut saya agar saya tidak bisa bicara lagi dan mistress dapat istirahat dengan tenang meski saya harus menahan siksaan berahi seperti ini”
M: “Nah gitu….baru slave penurut namanya, tunggu ya…saya mau ambil penis gag yang besar agar mulut kamu penuh dan tidak bisa bisa bicara lagi”
A: ”hah…! Penis gag itu apa?”
M: “Udah kamu tenang aja, tunggu ya..?”
A: “Terima kasih Mistress”
Aku ngga tahu dia berada disebelah mana tapi tiba2 kepalaku dijambak hingga mendongak, ia memasukan penis gag ke dalam mulut dan talinya dilingkarkan kebelakang kepala lalu diikat. Sekarang aku benar2 tidak bisa bicara lagi hanya “Uh..Uh…Uh…”. Dia terdengar tertawa dengan senangnya melihat adegan seperti ini. Ternyata penis gag itu dibuat dari karet yang bentuknya serupa dengan punyaku. Tapi meski dalam keadaan terbelengu seperti ini, aku masih bisa menggerakkan badan sedikit untuk menggeser karena ada sela. Ternyata dia memperhatikannya.
M: “Ternyata kamu masih berusaha masturbasi ya? Kalau gitu tempat tidur ini harus diregangkan agar tubuh kamu harus benar2 tegang agar tidak bisa bergerak lagi”
Aku ngga tahu maksudnya apa. Dan rencana apa lagi yang akan dia lakukan, Aku hanya menunggu. Tiba2 terdengar suara besi bergeser…..ngga tahunya dia memutar sesuatu dibagian depanku dan tempat tidur mulai memanjang menarik badan. Kagetnya 0,5 mati sampai teriakan mau keluar dari mulut tapi yang keluar hanya : “HHHMMMM….UUUUHHH….HHHHMMM” karena sumbatan sangat memenuhi mulut. Sekarang aku benar2 tidak bisa bergerak lagi meski sedikit. Dia meninggalkan ruangan dan menutup pintu serta mematikan lampu. Yang tinggal aku yang sedang menggeluti siksaan ini dalam beberapa jam menunggu dia melepaskan semua ini. Mana ada yang mengganjel di dada, membuat aku kurang santai, mana pakai stocking lagi, dan rok panjang …… Ah..sekarang muncul perasaan menyesal kenapa menerima tawaran ini, tapi aku mau mencobanya… Ternyata rasa ngantuk datang juga, barang kali makanan yang dikasih gue dibubuhi obat tidur….???? Kayanya iya deh....
Sampai didalamnya, aku disambut seorang cewe yang mungkin pemilik butique tersebut. Bicaranya sangat ramah dan anggun serta penampilannya cukup membuat laki2 mabuk kepayang. Busananya rok ketat putih yang panjangnya selutut dan blues ketat pula warna putih dari kaos agak pendek hingga pusernya terlihat. Blues tsb lengan buntung hingga terlihat seluruh lengannya yang agak berspir tapi wajahnya terlihat lembut dan selalu diikuti senyum manis. Dadanya cukup besar, mungkin 34DD yang membuat aku jadi tersipu ketika ditanya karena dia baru bicara setelah jarak dekat sekali kira2 30 cm mukanya dari wajahku. Dan tercium parfum “Elizabet Arden” yang merangsang dari tubuhnya bahkan napasnya pun terasa menerpa mukaku ketika dia bicara (sesegar aroma OralB). Sebenarnya aku cukup terpana beberapa detik saat menghadapi suasana seperti ini. Aku berpikir : “Apa begini caranya untuk merayu pembeli?”
M: “Mas perlu sesuatu?”
A: “Iya nich, tapi mau lihat2 dulu boleh kan?”
M: “Boleh donk…..tapi mau saya bantu? Baju2 pria masa kini dan harganya tidak terlalu
mahal kok”.
A: “Oh trima kasih mbak, boleh juga sih…maklum saya ini bukan pragawan tapi suka model
baju yang artistik”, jawabku sambil memandangi kelembutan tutur katanya.
Aku melihat sekeliling agak aneh karena semua baju yang dipajang dari kulit warna hitam, dan bentuknya tidak umum untuk dipakai setiap waktu dibutuhkan. Aku jadi berhayal yang bukan2 seperti yang sering kulihat di Internet yaitu situs bdsm. Dia menerangkan satu persatu baju2 kulit yang dipajang. Tanpa sadar aku bicara :
A: “Mbak, semua baju2 di sini seperti yang dipergunakan oleh grup bdsm di luar negeri ya”.
M: “Iya…..tapi ….lho, kok mas tanya seperti itu? Pasti sering buka internet ya tentang
Bdsm ya…hayooo?
A: “Wah tepat deh mbak, memang saya suka main internet, terutama website mengenai bdsm,
bahkan saya selalu mendownload gambar2nya, cerita, pembahasannya, terkadang
filmnya, tapi lama mbak, di Indonesia kan jalur telp digitalnya belum sehebat di luar
negeri”.
M: “Wah, rupanya mas juga senang dan menghayati tentang itu ya?”
A: “Uh suka sekali, tapi belum pernah mencobanya sih, hanya hayalan melulu, maklumlah
suasana tsb kan yang ada hanya di luar negeri, apalagi peralatannya….disini mana ada?”
M: “Lho…jangan pesimis dulu, disini juga ada”
A: “Dimana??!!”
M: “Ada deh”
A: “Kalau ada di sini sih tentu saya udah datangi dan pasti mencobanya untuk menjadi
slavenya, pokoknya saya mau jadi slave murni deh dan menurut apa kata Mistressnya.
Tapi kalau benar2 ada berapa bayarnya ya…? Pasti mahal sekali karena masih langka.
Saya mana mungkin buang2 uang untuk hal yang seperti itu, carinya susah bener….”
M: “Mas benar2 mau coba?”
A: “Tentu mau kalau benar2 ada di sini, tapi kan saya udah bilang….kalau bayar sih saya ngga
mau, tapi kalau gratis…..uuuuuu, asiiiik”, ujar ku sambil bergaya seperti orang nge-rap.
M: “Nah kalau gitu hayalan anda akan jadi kenyataan”
A: “Kenyataan gimana?”
M: “Ya kenyataan karena saya punya peralatan tsb dan pasti gratis”.
A: “Haah…??!! Wah yang bener?. Oke juga nich, boleh donk saya mencobanya.
Tapi….tunggu dulu, siapa yang jadi mistressnya? Orang bule ya? Masa gratis?”
M: “Oh ngga….saya yang akan jadi mistressnya…”
A: “Hekkkk…Glekkk!!!
Aku cukup terkejut mendengar pengakuan dia, sampai mata terbelalak memandangi wajahnya karena tidak percaya, tapi ia meyakinkan betul. Akhirnya aku bertanya segala sesuatunya agar lebih yakin.
A: “Coba jelaskan kalau mbak benar2 punya, dari mana peralatan itu di dapat? Bikin sendiri
atau apa…?”
M: “Ok deh, biar mas percaya saya akan ceritakan dari mana semua yang saya punya. Saya
punya pacar orang asing, dia yang melengkapi semua barang tersebut yang dibawa dari
negaranya. Untuk furniturenya dia yang buat sendiri tapi bahan2nya dari sini. Yang
dibawa dari negaranya hanya yang kecil2 saja. Tapi ia udah pulang ke negaranya dan
tidak pernah kembali lagi karena dia punya istri dinegaranya. Dia disini hanya tugas
selama 2 tahun. Dia submissive murni, dia suka kalau saya selalu mendominasinya.
Itulah selama 2 tahun saya dengan dia berhubungan, kalau sex sih tidak sering tapi kalau
jadi mistress sih memang dia yang ajarin hingga saya tahu betul apa yang harus dilakukan
sebagai mistress, bahkan dia ingin saya menjadi sadist mistress baginya, dan akhirnya
saya benar2 menyukai suasana seperti itu… Gitu lho ceritanya. Gimana udah
percaya?”
A: “Wah…wah…wah..oke juga nich. Tapi itu kan cuma cerita, saya juga bisa cerita lebih
hebat dari mbak.
M: “Memang benar sih, perlu bukti. Memang sulit membuat percaya anda dengan hanya
sebuah cerita. Tapi percaya deh….”
A: “Tapi ok deh saya percaya. Sekarang coba jelaskan apa aja sih yang mbak punya?”
M: “Wah kalau itu sih rahasia….mas bisa tahu kalau datang melihat sendiri dan mencobanya”.
A: “Oh gitu…iya deh saya mau datang kesana dan mecobanya. Tapi dimana?”
M: “Itu rahasia, mas ngga boleh tahu saat ini”
A: “Oh gitu……kapan bisa kesana?”
M: “Kapan mas bisa?”
A: “Sekarang pun bisa”.
M: “Betul??”
A: “Iya…!”
M: “Tapi ada persyaratannya yang harus mas jalani dan tepati, mas harus merahasiakan ini
karena saya tidak mau orang tahu tempat tersebut nanti pada datang. Saya tidak
komersial, alat2 tersebut hanya untuk kesenangan pribadi. Saya juga punya teman 2
orang, yaitu 1 cewe dan 1 lagi cowo, mereka juga slave saya yang sudah jadi dan selalu
setia”.
A: “Wah, sering praktek donk?”
M: “Ngga juga sih, mereka akan datang kalau saya butuhkan, karena itu perjanjiannya
seorang slave. Sebenarnya sekarang saya lagi butuh mereka tapi tiba2 mas datang mau
menjadi slave saya, ya kebetulan”.
A: “Iya …ya, untuk saya juga kebetulan tapi yang sebenarnya memang saya sedang mencari
suasana seperti itu secara real. Persyaratannya apa sih, mudah2an saya bisa
melakukannya. Wah ini semua gara2 cuma mau melihat lihat doank, eh jadi begini”.
M: “Ngga apa2 kok, tahu semuanya lebih baik, kan? Persyaratannya ngga sulit kok, gini……
Pertama mas harus membuktikan bahwa telah bersedia menjadi slave, sejak kita
berangkat mata kamu harus ditutup dan harus diikat, sampai disana semua baju harus
dilepas karena disana banyak peralatan yang harus mas pakai untuk kesenangan saya,
sebagai slave tidak boleh melawan, menolak, menentang segala apa yang saya
perintahkan, segala sesuatu yang mas terima harus mengucapkan terima kasih baik itu
rasa sakit, rasa nikmat, rasa terhina dll, selama berada didekat saya. Sejak mas menjadi
slave saya harus selalu memanggil saya diawali dengan MISTRESS dan untuk selanjutnya
bersedia dimanfaatkan oleh saya untuk orang lain karena terus terang disamping
kesenangan saya ada segi businessnya, tapi untuk yang pertama ini adalah training untuk
menjadi slave yang penurut. Mas tahu, saya melihat sesuatu di dalam diri mas yang
pasti bisa saya bentuk dan mencuci otak untuk benar2 menjadi slave, dimana kalau mas
berbuat salah atau menolak perintah berarti hukuman berat akan mas terima dari saya,
segitu dulu…… Gimana?”
Aku mendengar statement tersebut cukup kaget, karena benar2 akan mengubah hidupku yang bebas menjadi terikat bahkan hukuman2 berat pasti akan aku terima seperti yang kulihat di internet.
A: “Wah banyak juga persyaratannya dan agak berat juga ya?”
M: “Kalau nggak mau sih nggak apa2, kita lupakan saja pertemuan dan pembicaraan ini dan
langsung pergi ngga jadi beli apapun juga boleh. Udah ya saya mau kerja nich”
A: “Oh tunggu…jangan cepat tersinggung donk….Mau kok….saya mau dan saya akan
lakukan persyaratan mbak tadi. Tapi maksud mbak cuci otak itu apa?”.
M: “Nah gitu donk…..Cuci otak itu, saya akan melakukan slave training yang cukup berat agar
membuat mas menjadi slave yang penurut dengan mencoba semua peralatan saya, dan
saya sebagai mistress profesional punya kemampuan untuk menghilangkan semua pikiran
bahwa mas seorang yang bebas, yang ada adalah mas seorang slave milik saya
sepenuhnya sampai mati seperti jaman dulu, dan tidak ada jalan lagi untuk kabur atau
menghindar dari saya, gitu lho”.
Aku tambah terkejut mendengar keterangan ini, aku jadi takut tapi ini suatu kesempatan untuk mencoba impian menjadi kenyataan meski harus menanggung resiko yang berat. Tapi apa mungkin dia bisa menahan kalau aku menghindar atau melawan? Kayanya dia tidak bisa melawan kok, dia kan cewe dan lembut lagi, tapi kalau sudah tidak berdaya? Ah, yang penting dicoba dulu baru cari jalan keluar karena ini kesempatan yang baik untuk fantasi di dominasi oleh cewe cantik ini, sexy, bdnya cukup besar, bicaranya merangsang, bau tubuhnya juga merangsang, apa karena ia pakai parfum mahal atau memang langsung dari tubuhnya. Tapi kalau jadi istriku, juga sebagai mistress, mungkin aku akan selamanya jadi seorang slave untuknya.
A: “Ooooh gitu..”
M: “Nah gimana?”
A: “Oke deh, saya mau menyerahkan hidup saya sama mbak untuk menjadi slave dan setia,
tapi apa selamanya?”.
M: “Ya…kalau udah setuju tentu selamanya karena tidak ada jalan lagi bagi mas untuk pergi
meninggalkan saya atau kabur… Kamu betulan nich?”
A: “Iya, betulan kok”.
M: “Ngga menyesal nanti dibelakang hari?”
A: “Ngga kok, memang suasana ini yang sedang saya cari dan saya selalu mencari seorang
mistress yang bisa mendominasi saya”
M: “Pikir lagi deh sebelum menyesal….perlu mas tahu bahwa saya ini kalau jadi mistress bisa
lembut juga bisa sadis, karena itu memang lifestyle saya dan saya juga senang
kesadisan”.
A: “Hah…Glekkk???!!
M: “Kenapa?”
A: “Sadis kan tidak ada batas…mbak bisa membunuh saya donk kalau gitu”.
M: “Oh jangan kuatir, itu tidak akan terjadi…ini kan hanya bdsm, salah satu variasi dari
kelainan sex, jadi semuanya safe kok. Ini kan hanya warming up untuk sex yang tidak
umum”.
A: “Oh gitu….oke deh saya mau dan bersedia sekali”
M: “Nah gitu donk, ayo kita mulai membuktikan bahwa mas bersedia menjadi slave saya, ok?”
A: “Ok mbak”
M: “Sekarang kita ke dalam, dan mulai saat ini kamu harus memanggil saya Mistress Rani dan
saya ngga perlu tahu nama kamu siapa, ok?
A: “Iya Mrs Rani …tapi kalau ngga tahu nama saya..kalau hubungan kita sampai selamanya
gimana”
Dia tersenyum mendengar jawabanku dan mulai memanggil dengan panggilan tersebut. Dia mulai menutup pintu butique dan menunjuk pintu agar gue mengarah kesana dan membuka pintu tersebut lalu masuk kedalamnya.
Pintu aku buka, ternyata ruang tersebut gelap sekali hingga aku hanya berdiri di depan pintu dan mencari cari tombol lampu tapi tidak ketemu.
Tiba2 aku merasa ada yang mendorong pantat gue dengan kaki, ternyata dia..! Aku terdorongl kedalam dan pintu tiba2 menutup kembali bahkan terkunci ketika kucoba untuk membukanya. Gelap gulita menyelimuti ruangan dan aku tidak tahu harus berbuat apa tidak ada cahaya sedikit pun dan yang terdengar hanya suara AC yang membuat ruangan semakin dingin.
Tiba2 terdengar suara sayup2 melalui speaker yang entah dimana letaknya, yang memerintahkan melepas semua bajuku, yang tinggal hanya CD doank. Setelah kulakukan semuanya, terdengar suara lagi agar mengambil benda yang terletak disebelah kiriku. ternyata ternyata seperti sebuah ban pinggang kecil. Aku diperintah memakai benda tersebut diiringi suara yang mengajari cara memakainya. Aku tidak tahu benda apa itu, tapi yang pasti sudah melingkar di pinggang karena memakainya mudah sekali seperti safe belt mobil tapi yang ini hanya sebuah ban pinggang dan ternyata terbuat dari sejenis besi lunak. Aku sih masa bodo yang penting bisa mencoba kesempatan ini. Setelah itu aku tak tahu harus berbuat apa di ruangan yang gelap gulita ini.
Tiba2 lampu ruangan mulai menyala perlahan hingga terlihat dia sudah duduk di sofa panjang dan sudah ganti baju. Tapi…memang benar, make up nya membuat wajahnya terlihat kejam tapi lebih cantik dan sexy sekali. Dia hanya mengenakan Gstring hitam (celana dalam kecil berbentuk tali) dan penutup dadanya hanya bahan kaos melingkar tanpa tali. Terlihat payudara yang tertutup bahan kaos tersebut menyembul karena ukuran yang cukup besar, putingnya terlihat mencuat indah dipandang dan di tangannya memegang CROP (sabetan kuda). Dia juga memakai stocking hitam sampai ke paha dengan rambutnya yang tebal dan hitam terurai sebahu, persis seperti gambar yang aku pernah lihat di website mistresses di internet. Jarak aku berdiri sama dia kira2 10m tapi terlihat jelas keseluruhan penampilannya yang cukup membuatku terpana
Dia melempar sesuatu yang ternyata 2 buah borgol yang semua terhubung dengan rantai. Tapi setelah kupakai berakibat aku tidak bisa berdiri tegak lagi karena borgol kaki dan tangan tersambung dengan rantai kira-kira 20cm, begitu pula jarak lebar rantai diborgol kaki dan tangan kira-kira 20 cm juga. Jalan pun juga agak sulit karena jarak langkah sangat pendek.
M: “Ayo slave, merangkak ke sini”.
A: “Iya mistress tapi susah sekali”
M: “Ingat, kamu hanya boleh menjawab “Ya mistress”, tidak pernah ada kata2 lain dan tidak
boleh bicara kalau tidak di tanya, apalagi pendapat, atau pertanyaan atau sanggahan,
MENGERTI SLAVE.??!
A: “Ya Mistress Rani, terima kasih”
Dalam hati : “Dia mulai memanggilku slave yang artinya budak, sialan juga ini perempuan”.
M: “Good boy…ayo merangkak ke sini, CEPAAAT..!!!
Dengan susah payah aku merangkak ke arahnya memakan waktu cukup lama karena jarak gerakan terlalu pendek. ‘Aku sempat menyesal dalam hati karena mau melakukan ini tapi udah terlanjur jadi kulakukan juga sekedar membuat impian jadi kenyataan.
Setelah sampai dia marah karena aku lama sekali merangkaknya. Dia menyabetkan CROP di tangannya sampai aku teriak dan menggelinjang karena kaget dan perih di bagian pantat tapi tak bisa menangkis atau menghindar karena borgol ini. (seperti tawanan).
Dia berdiri tolak pinggang, gue disuruh membukakan stockingnya, tapi karena tangan sulit digunakan, aku disuruh menggunakan mulut dan gigi. Dengan susah payah gue lakukan perintahnya meski memakan waktu cukup lama yang berakibat beberapa sabetan mampir di punggung gue diiringi desahan gue karena pedih. Ternyata dia memang benar2 mistress yang sadis.
Setelah kedua stocking terlepas dia duduk kembali di sofa dan menyodorkan kakinya agar aku jilat. Gue melakukan apa yang disuruhnya menjilat telapak kaki seperti anjing, menghisap jari2nya, lidahku menjilat sela2 jari kakinya. Kepalaku dipermainkan dengan telapak kaki yang satunya saat penjilatan sedang berjalan. Dia hanya senyum melihat aku terhina seperti ini. Tapi herannya aku terangsang sekali dengan suasana seperti ini.
Setelah cukup lama dia menyuruhku berdiri, tapi mana bisa, yang bisa hanya berdiri tapi membungkuk. Terus disuruh jalan dan tidak boleh jatuh, sementara sabetan terus mampir di pantat, tapi tidak terlalu sakit karena masih ada celana dalam yang kebetulan agak tebal. Dia mengetahui ini, lalu dia melepas CDku dengan menggunting. Lengkap sudah teriakanku akibat rasa pedih karena sabetan berulang2, tapi aku tetap harus jalan meskipun lambat karena sulit mengelilingi ruangan yang penuh suara tertawa wanita dan teriakanku serta suara rantai yang menyentuh lantai. Tapi terdengar asik sekali, jadi horny juga, si doel jadi tegang terus.
Karena ngga tahan karena terhina aku melawan dengan menangkap CROP tsb dan menjatuhkan diri. Tapi ada suatu rasa di pinggang ku, ban tersebut tiba2 mengecil mengepres membuat susah napas, kemudian terasa pula sengatan listrik ringan yang membuat aku ketakutan 0,5 mati. Aku melihat dia sambil tertawa memegang remote control, ternyata dia yang mengendalikan semua ini.
M: “Slave, kalau kamu melawan tentu akan merasakan akibatnya. Benda di pinggang kamu dapat saya control dari jauh dan yang terjauh sampai 10 km, signalnya masih terima, jadi kamu tidak bisa lari dari saya dan melawan, hi..hi..hi..”
Aku buru2 menghampiri dia dengan menyembah di kakinya memohon ampun, dan terasa himpitan ban pingggang dan sengatan listrik ringan mulai mengendor.
M: “Benda tsb tidak bisa dibuka karena udah saya konci dengan password dengan tenggat waktu 3 bulan, setelah itu baru bisa dibuka atau di setting lagi untuk 3 bulan dimuka. Energi yang diperlukan dari panas badan kamu dan cahaya sekitar udah cukup untuk membuat ia bekerja. Ia water proof, bisa kamu bawa mandi dan sulit untuk diputuskan karena dibuat dari besi baja lunak. Saya mempunyai beberapa remote control manual, dan otomatis dengan getaran suara saya. Jadi meski kamu merebut remote ini, dengan nada suara, saya dapat menjalankan alat dipinggang kamu itu. Benda ini hadiah dari pacar saya sebelum dia pulang untuk menangani slave yang bandel seperti kamu, PAHAM….???!!
Kemudian dia memakaikan COLLAR dan disambungkan dengan rantai, terus dia mengajak jalan keliling ruangan yang membuatku tersungkur beberapa kali karena mengikuti jalannya yang terlalu cepat. Tapi dia selalu tertawa melihat adegan ini. Bahkan kadang ditambah sabetan CROP cukup keras dan bentakan dengan kata2 yang menghina.
M:“Kamu baru segitu aja udah teriak, kalau gitu sebaiknya kamu saya pakaikan DENTIST GAG”
Dia mengambil suatu benda yang di pakai di dokter gigi agar mulut terbuka terus, mulut saya dipaksa terbuka lebar karena regangan besi yang tersangkut antara gigi atas dan bawah.
Kemudian aku ditarik lagi dan mulai merangkak lagi diiringi sabetan CROP dan desahan serta gelinjang badanku akibat sengatan cukup pedih dari sang mistress. Ludah menetes di mana mana karena mulut selalu terbuka.
Tiba2 dia berhenti, dan menarik mukaku, tepat hidungkue ke pantatnya, di kentut cukup panjang tepat dihidungku hingga harus mengendus bau kentut. Meski dia memakai GSTRING, dia dapat dengan mudah menggesernya hingga hidung tepat di lubang anusnya. Aku benar2 merasa terhina menerima perlakuan ini, tapi dia terlihat tertawa terbahak-bahak. Aku jadi takut menolak karena akan berulang ancamannya dengan sesuatu yang dipinggang ini.
Kemudian dia duduk di punggungku, membuatku seperti kuda. Terus dia ikatkan dua buah tali di kiri kanan sumbat mulutku, dan disuruh merangkak terus. Kalau mau belok kekiri dia tarik tali kiri aku harus belok ke kiri. Kalau salah CROP mampir di pantat. Benar-benar gila dipermainkan seperti ini, tapi asik juga sih meski harus merasakan terhina dan pedih.
Mungkin dia tahu aku lapar, dia menyuruh makan setelah DENTIST GAG nya di buka. Makanan disediakan di sebuah piring agak besar berupa bubur diubin dan harus makan dengan mulut, sementara dia duduk di sofa dan kakinya di taruh di punggung. Kadang2 kakinya menekan nekan penisku, atau jari2 kakinya menusuk nusuk anus sampai aku menggelinjang dan ia selalu tertawa melihat gerakan tsb karena dia mengulang-ulang perlakuan itu. Tapi tetap harus terus makan sampai habis. Yang lucunya aku harus minum dari botol bayi melalui dot, yang diiringi senyum nya.
Tak lama kemudian, Semua belengu dibuka, gue disuruh mandi hingga bersih, dan harus mencukur semua bulu yang ada, dia mau melihat aku seperti bayi baru lahir. Tentu saja aku nurut karena bila menolak harus menanggung akibatnya di ban pinggang.Tanpa ragu2 setelah mandi dan buang air, aku cukur semua termasuk kumis, bulu ketiak, bulu si doel sampai ke selangkangan, bulu kaki bahkan bulu dada juga gue habisin, daripada kena kena hukuman lagi.
Keluar dari kamar mandi aku hanya memakai handuk, terlihat dia duduk bertopang kaki sambil membaca majalah DDI (majalah tentang mistress2). Ketika dia melihat aku keluar dari kamar mandi, dia langsung memerintah :
M: “Slave, buka handuk itu, saya mau lihat kebersihan kamu setelah mandi dan merangkak ke sini, CEPAAAT…!!!!”
Aku langsung merangkak cepat menuju kearahnya tanpa berpikir panjang lagi karena sekarang sudah terbebas dari belengu yang dapat menghambat rangkakan.
Aku disuruh muter, nungging, …pokoknya diperiksa dengan teliti, rupanya dia senang sekali dengan hasil kerjaku.
M: “Rupanya kamu slave yang hebat juga ya, kamu sudah melakukan perintah saya dengan baik jadi saya harus kasih hadiah sama kamu”.
Seneng juga sih mendengar pujian sang mistress, tapi hadiah apa yang akan di kasih? Dia memberikan bungkusan plastik hitam dan disuruh buka. Ternyata isinya baju dalam perempuan. Bingung juga atas semua ini. Untuk apa dia kasih hadiah semacam ini? WAH....BAKAL ANEH LAGI NICHHHH.
M: “Sekarang kamu harus memakai semua yang ada di dalam bungkusan itu, saya senang sekali kalau kamu terlihat seperti perempuan karena body kamu sangat menunjang untuk memakainya. Ayo kerjakan, saya ada tugas lagi setelah ini”.
Aku keluarin semua yang ada di dalam bungkusan. Pertama disuruh memakai stocking hitam. Rasanya lembut tapi aneh. Terus disuruh memakai celana GSTRING seperti dia, juga warna hitam. Trus disuruh memakai GARTER BELT (terletak dipinggang berbentuk renda dan ada renda kecil dan penjepit untuk menahan stocking turun). Terus disuruh memakai beha warna sama dengan kulit dimana beha tersebut sudah terisi jendolan mungkin semacam busa seperti payu dara, tapi kalau dilihat sepintas seperti tidak memakai beha, dan terlihat seperti payudara karena ditengahnya digambar seperti putting cewe dan sedikit berjendol seperti putting asli. Talinya pun bukan kebelakang tapi dari dada naik ke leher melingkar dengan warna kulit juga hingga samar terlihat perbedaannya hingga terlhat persis seperti wanita berpayudaranya besar dan bagus bentuknya seperti asli (creativenya boleh juga).
Kemudian aku disuruh memakai rok panjang sebatas mata kaki warna hitam dari katun yang lembut, tapi terbuka sampai keselangkangan. Memakainya mudah hanya melingkar sedikit di atas pinggul tapi tidak boleh menutupi pusar, lalu talinya dilibatkan satu kali, kemudian diikat hingga rok tidak mungkin turun kebawah. Yang jelas kalau melangkah paha pasti kelihatan. Trus disuruh memakai atasan tangan buntung yang cukup ketat dari katun juga berwarna hitam lembut tapi belahan depannya cukup terbuka ke bawah hingga terlihat seperti payudara cewe menyembul keluar…..GILA..!!! .
Dia belum puas juga, aku disuruh memakai anting yang bergantung sampai keleher katanya biar kelihatan feminim. Karena rambutku pendek dia menuruh memakai secarik bahan yang telah didesign olehnya hingga dapat melingkar di kepala seperti menutupi rambut hingga terlihat seperti cewe beneran. Terus dia sendiri memasangkan sesuatu seperti COLLAR tapi dari bahan kain hitam melingkar di leher, di depannya ada tergantung leontin warna emas. Yang aku heran selama memakai semua perlengkapan ini si doel tegang terus, horny juga lho.
Ketika dia menyuruh bercermin, kagetnya 0,5 mati, aku seperti melihat ada cewe sexi di cermin. Apalagi ketika dia mulai me makeup muka dan memakaikan lipstik merah muda, wah….aku benar2 udah berubah jadi perempuan.
Kemudian aku diajak dia melihat video, ternyata film mengenai tari striptise. Yang konyolnya, aku disuruh mengikuti lagu dan gerakan erotic film tersebut. Terpaksa deh bergoyang bergaya erotic seperti perempuan, pertama memang ngga bisa tapi beberapa menit kemudian bisa juga sih bergaya erotic seperti difilm. Dia duduk menonton gue sambil masturbasi hingga ruangan tersebut muncul suara desahan sexi dari sang mistress. Dia bilang aku tidak boleh berhenti sampai dia menyuruh berhenti.
M: “Ayo slave, kamu goyang lebih erotic lagi, lebih sexi lagi…aaaahhh, kamu…ternyata memang seorang wanita sexi yang pernah saya temui……saya ini bisex, saya suka gaya kamu slave….aahhh….hhhmmmm…!!”
Aku mendengar kata2 dan desahannya, sebenarnya sih naik berahi tapi karena udah commit menjadi slavenya, terpaksa menahan gejolak berahi ini, tapi si doel tidak mau mengerti, terlihat celana dalam kecil ini menjendol dan palkonnya muncul menjembul keluar.
Dia tersenyum dan berdesah terus sambil memandangi tanpa kedip. Tapi tiba2 lagu berhenti, dia memanggil agar merangkak kearahnya. Dia buka Cdnya dan aku disuruh menjilat sampai dia puas. Ternyata pussynya udah basah dari tadi, terasa banyak cairan yang mengalir masuk ke mulut, dibarengi desahannya kian meninggi dan gerakan2 pinggul makin membuas. GILAAA.....ternyata dia mencapai klimax....!
Karena ngga tahan berahiku yang kian meninggi, lantas saja ngomong sama dia :
A: “Mistress Rani , boleh saya bicara?.”
M: “Ada apa slave?”
A: “Saya bagaimana? Saya sangat horny sekali... pusing nih”
M: “Kamu ini siapa, JAWAB?”
A: "Saya ini seorang slave milik mistress sepenuhnya”
M: “Makanya, jangan bertanya lagi dan tidak boleh berbuat sesuatu kalau saya belum izinkan, apalagi masturbasi sendiri, MENGERTI KAMU SLAVE?”
A: “Tapi Mistress…..”
M: “Tidak ada tapi, tapi….apa mau terima hukuman lagi, hah?”
A: “Tidak mistress, terima kasih”.
M: “Ayo teruskan tugas kamu membersihkan pussy saya, jilati terus sampai ada perintah berhenti”
A: “Baik mistress, saya akan melaksanakan”
Terpaksa kulakukan tugas menjilat lagi sampai ada perintah berhenti, tapi berahi ini semakin meninggi hingga lutut dan badanku terasa bergetar. Hal ini disadari oleh dia dan dia melakukan sesuatu.
M: “Slave….sudah, berhenti, dan ikut saya”.
Aku dibawa kesuatu ruang yang ada tempat tidurnya, dia menyuruh naik ketempat tidur tersebut. Aku udah girang karena akan diberi kesempatan untuk melepaskan berahi yang udah meninggi ini. Tempat tidur tersebut aneh, besarnya seperti tempat tidur biasa, tapi tengahnya bolong berbentuk persegi panjang. Aku disuruh lepas celana dalam dan disuruh berdiri lalu dia memakaikan karet di bagian palkon hingga terasa terjepit sekali. Lalu disuruh naik ketempat tidur, dimana penis tepat berada dibolongan tersebut tanpa menyentuh sesuatu. Lalu dia mengambil besi yang ada lengkungannya 3 buah (berbentuk setengah bundar, lalu dia memasangkan di kedua tanganku sejajar dengan leher dan ditempat tidur ternyata ada besi serupa di kasurnya, ketika besi tersebut bertemu tiba2 terdengar “Klik…Klik…Klik…Klik…klik…” alhasil kedua tangan terkunci sejajar dengan leher (ini disebut IRON STOCK – pasung besi). Begitu pula pergelangan kaki juga terkunci dengan pasungan besi.
M: “Nah slave, saya berbuat begini agar kamu beristirahat untuk tidur karena saya juga mau tidur sebentar menyegarkan badan untuk nanti malam session kita sampai pagi, dan lebih pasti lebih hot dan sadis dari yang sekarang karena kamu yang mau mencoba semua perlengkapan saya dan saya udah bilang bahwa saya adalah seorang mistress yang bisa lembut tapi juga bisa sadis, ternyata kamu bersedia kan? Dan kamu tidak akan pernah menyesal kan? Masih ingat kan?”.
A: “Tapi Mistress, ngga usah dengan cara begini, saya mana bisa tidur nyenyak dalam keadaan terpasung begini”
M: “Kalau saya tidak buat seperti ini nanti saya tidur kamu bisa berbuat seenaknya tanpa setahu saya. Kamu mau ngga terima yang seperti ini atau mau yang lebih berat untuk tidur? Ayo jawab…!!! Apa mau ban pinggang itu bekerja lagi?”
A: “Engga Mistress, saya mau terima semua dan terima kasih”.
M: "Ya udah tidur saja,……kamu juga harus menjaga stamina untuk nanti malam. Tapi kamu harus dijaga agar tidak masturbasi sendiri. Kamu ini slave alias BUDAK, selalu harus menerima siksaan termasuk siksaan menahan berahi. Nanti malam kamu harus membuat saya puas dan senang sesuai dengan perjanjian kita. Tapi sebaiknya mulut kamu saya sumbat dulu biar tidak banyak bicara, betul ngga slave?”
A: “Betul mistress, sumbatlah mulut saya agar saya tidak bisa bicara lagi dan mistress dapat istirahat dengan tenang meski saya harus menahan siksaan berahi seperti ini”
M: “Nah gitu….baru slave penurut namanya, tunggu ya…saya mau ambil penis gag yang besar agar mulut kamu penuh dan tidak bisa bisa bicara lagi”
A: ”hah…! Penis gag itu apa?”
M: “Udah kamu tenang aja, tunggu ya..?”
A: “Terima kasih Mistress”
Aku ngga tahu dia berada disebelah mana tapi tiba2 kepalaku dijambak hingga mendongak, ia memasukan penis gag ke dalam mulut dan talinya dilingkarkan kebelakang kepala lalu diikat. Sekarang aku benar2 tidak bisa bicara lagi hanya “Uh..Uh…Uh…”. Dia terdengar tertawa dengan senangnya melihat adegan seperti ini. Ternyata penis gag itu dibuat dari karet yang bentuknya serupa dengan punyaku. Tapi meski dalam keadaan terbelengu seperti ini, aku masih bisa menggerakkan badan sedikit untuk menggeser karena ada sela. Ternyata dia memperhatikannya.
M: “Ternyata kamu masih berusaha masturbasi ya? Kalau gitu tempat tidur ini harus diregangkan agar tubuh kamu harus benar2 tegang agar tidak bisa bergerak lagi”
Aku ngga tahu maksudnya apa. Dan rencana apa lagi yang akan dia lakukan, Aku hanya menunggu. Tiba2 terdengar suara besi bergeser…..ngga tahunya dia memutar sesuatu dibagian depanku dan tempat tidur mulai memanjang menarik badan. Kagetnya 0,5 mati sampai teriakan mau keluar dari mulut tapi yang keluar hanya : “HHHMMMM….UUUUHHH….HHHHMMM” karena sumbatan sangat memenuhi mulut. Sekarang aku benar2 tidak bisa bergerak lagi meski sedikit. Dia meninggalkan ruangan dan menutup pintu serta mematikan lampu. Yang tinggal aku yang sedang menggeluti siksaan ini dalam beberapa jam menunggu dia melepaskan semua ini. Mana ada yang mengganjel di dada, membuat aku kurang santai, mana pakai stocking lagi, dan rok panjang …… Ah..sekarang muncul perasaan menyesal kenapa menerima tawaran ini, tapi aku mau mencobanya… Ternyata rasa ngantuk datang juga, barang kali makanan yang dikasih gue dibubuhi obat tidur….???? Kayanya iya deh....
PEMBANTU NIKMAT
Cerita seks, ini adalah sebuah cerita panas yang sungguh menarik bagi saya, karena pada cerita
ini terdapat sebuah hal yang menyangkut pribadi saya dimana kepribadian
saya tersebut termasuk sebuah hal yang cukup aneh, dalam cerita panas seru ini saya ingin menceritakan tentang seks
saya dengan pembantu dirumahku. Dalam cerita ini aku bisa dibilang
cewek gatel atau apalah yang jelas aku jadi ketagihan main seks dengan
pembantuku ini, ok begini cerita selengkapnya silahkan disimak. Rumah
yang mewah, uang yang berlebihan dan fasilitas hidup yang lebih dari
cukup ternyata bukan kunci kebahagiaan untuk seorang wanita. Apalagi
untuk seorang wanita yang muda, cantik dan penuh vitalitas hidup
seperti Sari. Sudah satu bulan ini ia ditinggal suaminya bertugas ke
luar kota. Padahal mereka belum lagi enam bulan menikah. Pasti semakin
mengesalkan juga, untuk Sari, kalau tugas dinas luar kota diperpanjang
di luar rencana. Seperti malam itu, ketika Baskoro, suami Sari,
menelepon untuk menjelaskan bahwa ia tidak jadi pulang besok karena
tugasnya diperpanjang 2 – 3 minggu lagi. Sari keras mem-protes, tapi
menurut suaminya mau tidak mau ia harus menjalankan tugas. Waktu
Sari merayunya, supaya bisa datang untuk ‘week-end’ saja, Baskoro
menolak. Katanya terlalu repot jauh-jauh datang hanya untuk sekedar
‘indehoy.’ Dengan hati panas Sari bertanya: “Lho mas, apa kamu nggak
punya kebutuhan sebagai laki-laki?” Mungkin karena suasana pembicaraan
dari tadi sudah agak tegang seenaknya Baskoro menjawab, … “Yah namanya
laki-laki, di mana aja kan bisa dapet.”
Dalam keadaan marah, tersinggung, bercampur gemas karena birahi, Sari membanting gagang telepon. Ia merasa sesuatu yang ‘nakal’ harus ia lakukan sebagai balas dendam kepada pasangan hidup yang sudah demikian melecehkannya. Kembali ia teringat kepada pembicaraannya dengan Minah beberapa hari yang lalu, kala ia tanyakan bagaimana pembantu wanitanya itu menyalurkan hasrat sex-nya.
Waktu itu ia bercanda mengganggu janda muda yang sedang mencuci piring di dapur itu. “Minah, kamu rayu aja si Iman. Kan lumayan dapet daun muda.” Minah tersenyum malu-malu. Katanya, “Ah ibu bisa aja … Tapi mana dia mau lagi.” Lalu sambil menengok ke kanan ke kiri, seolah-lah takut kalau ada yang mendengar Minah mengatakan sesuatu yang membuat darah sari agak berdesir. “Bu, si Iman itu orangnya lumayan lho. Apalagi kalau ngeliat dia telanjang nggak pakai baju.” Pura-pura kaget Sari bertanya dengan nada heran: “Kok kamu tau sih?” Tersipu-sipu Minah menjelaskan. “Waktu itu malam-malam Minah pernah ke kamarnya mau pinjem balsem. Diketuk-ketuk kok pintunya nggak dibuka. Pas Minah buka dia udah nyenyak tidur. Baru Minah tau kalau tidur itu dia nggak pakai apa-apa.” Tersenyum Sari menanyakan lebih lanjut. “Jadi kamu liat punyaannya segala dong?” Kata Minah bersemangat, “Iya bu, aduh duh besarnya. Jadi kangen mantan suami. Biarpun punyanya nggak sebesar itu.” Setengah kurang percaya Sari bertanya, “Iman? Si Iman anak kecil itu?” “Iya bu!” Minah menegaskan. “Iya Iman si Pariman itu. Kan nggak ada yang lainnya tho bu.” Lalu dengan nada bercanda Sari bertanya mengganggu,”Terus si Iman kamu tomplok ya?” Sambil melengos pergi Minah menjawab, “Ya nggak dong bu, “” kata Minah sambil buru-buru pergi.
PIKIRAN NAKAL
Dalam keadaan hati yang panas dan tersinggung jalan pikiran Sari menjadi lain. Ia yang biasanya tidak terlalu memperdulikan Iman, sekarang sering memperhatikan pemuda itu dengan lebih cermat. Beberapa kali sampai anak muda itu merasa agak rikuh. Dari apa yang dilihatnya, ditambah cerita Minah beberapa hari yang lalu, Sari mulai merasa tertarik. Membayangkan ‘barang kepunyaan’ Iman, yang kata Minah “aduh duh” itu membuat Sari merasa sesuatu yang aneh. Mungkin sebagai kompensasi atau karena gengsi sikapnya menjadi agak dingin dan kaku terhadap Iman. Iman sendiri sampai merasa kurang enak dan bertanya-tanya apa gerangan salahnya.
Pada suatu hari, setelah sekian minggu tidak menerima ‘nafkah batin’nya, perasaan Sari menjadi semakin tak tertahankan. Malam yang semakin larut tidak berhasil membuatnya tertidur. Ia merasa membutuhkan sesuatu. Akhirnya Sari berdiri, diambilnya sebuah majalah bergambar dari dalam lemari dan pergilah ia ke kamar Iman di loteng bagian belakang rumah. Pelan-pelan diketuknya pintu kamar Iman. Setelah diulangnya berkali-kali baru terdengar ada yang bangun dari tempat tidur dan membuka pintu. Wajah Iman tampak kaget melihat Sari telah berdiri di depannya. Apalagi ketika wanita berkulit putih yang cantik itu langsung memasuki ruangannya. Agak kebingungan Iman melilitkan selimut tipisnya untuk menutupi tubuh bagian bawahnya. Melihat tubuh Iman yang tidak berbaju itu Sari menelan air liurnya. Lalu dengan nada agak ketus ia berkata, “Sana kamu mandi, jangan lupa gosok gigi.” Iman menatap kebingungan, “Sekarang bu?” Dengan nada kesal Sari menegaskan, ‘Ia sekarang ,,, udah gitu aja nggak usah pake baju segala.” Tergopoh-gopoh Iman menuju ke kamar mandi, memenuhi permintaan Sari. Sementara Iman di kamar mandi Sari duduk di kursi, sambil me!ihat-lihat sekitar kamar Iman. Pikirnya dalam hati, “Bersih, rapih juga ini anak.”
MENCOBA JANTAN
Kira-kira sepuluh atau lima belas menit berselang Iman telah selesai. “Maaf bu …,” katanya sambil memasuki ruangan. Ia hanya mengenakan handuk yang melilit di pinggangnya.”Saya pake baju dulu bu,” katanya sambil melangkah menuju lemari pakaiannya. Dengan nada ketus Sari berkata,”Nggak usah. Kamu duduk aja di tempat tidur … Bukan, bukan duduk gitu, berbaring aja.” Lalu sambil melempar majalah yang dibawanya ia menyuruh Iman membacanya. Sambil melangkah keluar Sari sempat berkata “Sebentar lagi saya kembali.” Dengan kikuk dan kuatir Iman mulai membalik halaman demi halaman majalah porno di tangannya. Tapi ia tidak berani bertanya kepada Sari, apa sebenarnya yang wanita itu inginkan.
Setelah saat-saat yang menegangkan itu berlangsung beberapa lama, Iman mulai terangsang juga melihat berbagai adegan senggama di majalah yang berada di tangannya itu. Ia merasa ‘alat kejantanannya mengeras. Tiba-tiba pintu kamar terbuka dan Sari melangkah masuk. Iman berusaha bangkit, tapi sambil duduk di tepi pembaringan Sari mendorong tubuhnya sampai tergeletak kembali. Tatapan matanya dingin, sama sekali tidak ada senyuman di bibirnya. Tapi tetap saja ia terlihat cantik. “Iman dengar kata-kata saya ya. Kamu saya minta melakukan sesuatu, tapi jangan sampai kamu cerita ke siapa-siapa. Mengerti?” Iman hanya dapat mengangguk, walaupun ia masih merasa bingung. Hampir ia menjerit ketika Sari menyingkap handuknya terbuka. Apalagi ketika tangannya yang halus itu memegang ‘barang kepunyaan’nya yang tadi sudah tegang keras. “Hm ….. Besar juga ya punya kamu,” demikian Sari menggumam. Diteruskannya mengocok-ngocok ‘daging kemaluan’ Iman, dengan mata terpejam. Pelan-pelan ketegangan Iman mulai sirna, dinikmatinya sensasi pengalamannya ini dengan rasa pasrah.
Tiba-tiba Sari berdiri dan langsung meloloskan daster yang dikenakannya ke atas. Bagai patung pualam putih tubuhnya terlihat di mata Iman. Walaupun lampu di kamar itu tidak begitu terang, Iman dapat menyaksikan keindahan tubuh Sari dengan jelas. Tertegun ia memandangi Sari, sampai beberapa kali meneguk air liurnya. Tidak lama kemudian Sari naik ke tempat tidur, diambilnya posisi mengangkangi Iman. Masih dengan nada ‘judes’ ia berkata … “Yang akan saya lakukan ini bukan karena kamu, tapi karena saya mau balas dendam. Jadi jangan kamu berpikiran macam-macam ya.” Lalu digenggamnya lagi ‘tonggak kejantanan” Iman dan diusap-usapkannya ‘bonggol kepala’nya ke bibir ke’maluan’nya sendiri. Terus menerus dilakukannya hal ini sampai ‘vagina’nya mulai basah. Lalu ditatapnya Iman dengan pandangan yang tajam. Katanya dengan suara ketus, … “Jangan kamu berani-berani sentuh tubuh saya.” Setelah itu, … “Juga jangan sampe kamu keluar di ‘punyaan’ saya. Awas ya.” Lalu di-pas-kannya ‘ujung kemaluan’ Iman di ‘bibir liang kewanitaan’nya dan ditekannya tubuhnya ke bawah. Pelan-pelan tapi pasti ‘barang kepunyaan’ Iman menusuk masuk ke ‘lubang kenikmatan’ Sari. ‘Aduh … Ah … Man, besar amat sih” demikian Sari sempat merintih. Setelah ‘kemaluan’ Iman benar-benar masuk Sari mulai menggoyang pinggulnya. Suaranya sesekali mendesah keenakan. Tidak lama kemudian dicapainya ‘orgasme’nya yang pertama. Hampir seperti orang kesakitan suara Sari mengerang-erang panjang. “Aah … Aargh … Aah, aduh enaknya … ” Seperti orang lupa diri Sari mengungkapkan rasa puasnya dengan polos. Tapi ketika Sari sadar bahwa kedua tangan Iman sedang mengusapi pahanya yang putih mulus, ditepisnya dengan kasar. “Tadi saya bilang apa …!” Iman ketakutan, … “Maaf bu.” Lalu perintah Sari lagi, … “Angkat tangannya ke atas.” Iman menurutinya, katanya … “Baik bu.” Begitu melihat bidang dada dan buluketiak Iman Sari kembali terangsang. Sekali lagi ia menggoyang pinggulnya dengan bersemangat, sampai ia mencapai ‘orgasme’nya yang kedua. Setelah itu masih sekali lagi dicapainya puncak kenikmatan, walaupun tidak sehebat sebelumnya. Iman sendiri sebetulnya juga beberapa kali hampir keluar, tapi karena tadi sudah di’wanti-wanti,’ maka ditahannya dengan sekuat tenaga. Rupanya Sari sudah merasa puas, karena dicabutnya ‘alat kejantanan’ Iman yang masih keras itu. Dikenakannya kembali dasternya. Sekarang wajahnya terlihat jauh lebih lembut. Sebelum meninggalkan kamar Iman sempat ia menunjukkan apresiasi-nya. “Kamu hebat Man …” lalu sambungnya “Lusa malam aku kemari lagi ya.” Setelah itu masih sempat ia berpesan, …. “O iya, kamu terusin aja sekarang sama Minah … Dia mau kok.” Iman hanya mengangguk, tanpa mengucapkan apa-apa.
Sampai lama Iman belum dapat tertidur lelap, membayangkan kembali pengalaman yang baru saja berlalu. Kehilangan ke’perjaka’an tidak membuat Iman merasa sedih. Malah ada rasa bangga bahwa seorang wanita cantik dari kalangan berpunya seperti Sari telah memilih dirinya.
PEJANTAN GAGAH
Sesuai pesannya dua malam kemudian Sari datang lagi ke kamar Iman. Kali ini pemuda itu sudah betul-betul menyiapkan dirinya. Jadi Sari tinggal menaiki tubuhnya dan menikmati ‘alat kejantanan’nya yang keras itu. Walaupun suaranya masih ketus meminta Iman untuk sama-sekali tidak menyentuh tubuhnya, kali ini Sari sampai meremas-remas dada dan pinggul Iman ketika mencapai ‘orgasme’nya. Bahkan tidak lupa wanita cantik itu sempat memuji pemuda yang beruntung itu. Katanya, … “Man, Pariman, kamu hebat sekali. Selama kawin aku belum pernah sepuas sekarang ini. Terma kasih ya.” Iman hanya menjawab terbata-bata, … “Saya … Saya … seneng … Hm … Bisa nyenengin bu Sari.” Sambil membuka pintu kamar Sari berpesan. Katanya, …. “Iya Man, tapi jangan bosen ya.” Lalu tambahnya lagi, … “Udah, sekarang kamu terusin sama Minah sana. Aku mau tidur dulu ya.”
Dua malam kemudian kembali Sari menyambangi kamar Iman. Kebetulan tanpa penjelasan apapun siangnya ia sempat meminta pemuda itu untuk mengganti seprei ranjang dan sarung bantalnya. “Man … Kamu capek nggak? Sari bertanya dengan lembut. Rupanya berkali-kali dipuaskan pemuda itu membuatnya sikapnya lebih ramah. Iman tersenyum, … “Nggak kok bu. Saya siap dan seneng aja melayani ibu.” Tanpa malu-malu langsung Sari melepaskan daster-nya. Setelah itu dilorotnya kain sarung Iman. Dengan takjub ia memandangi kepunyaan lelaki itu. Tanpa sadar sempat ia memuji, … “Aduh Man, udah besar amat sih kepunyaanmu.” Lalu sambil mengocok-ngocoknya Sari sempat berkata, … “Hm Man, keras lagi.” Lalu sambil membaringkan tubuhnya ia meminta, … “Kamu dari atas ya Man. Aku mau coba di bawah.” Langsung Iman memposisikan ‘kemaluan’nya di antara celah paha Sari. Lelaki muda itu betul-betul terangsang melihat kemolekan nyonya muda yang sedang marah kepada suaminya itu. Tidak pernah terbayang sebelumnya bahwa ia boleh mencicipi tubuh yang seputih dan semulus ini. Apalagi Sari sekarang tidak lagi judes dan ketus seperti pada malam-malam sebelumnya, sehingga semakin tampak saja kecantikannya. Sempat terpikir oleh pemuda itu mungkin judes dan ketusnya dulu itu hanya untuk mengatasi rasa malu dan gengsinya saja. “Man …” Sari memanggilnya lembut, setengah berbisik. “Iya bu …” “Kamu gesek-gesek punyaanmu ke punyaanku dulu ya. Terus masukinnya nanti pelan-pelan.” Diikutinya permintaan Sari, digesek-geseknya ‘bibir kemaluan’ Sari dengan ‘ujung kejantanannya.’ Sari mendesah kegelian, hingga membuat Iman lupa diri. Tangannya mulai mengusap-usap paha dan perut Sari. Tapi wanita cantik itu menepis tangannya. “Jangan sentuh tubuhku, jangan ….” serunya tegas. Iman segera berhenti, ditariknya tangannya. Tidak berapa lama kemudian terdengar Sari meminta. “Man, masukin pelan-pelan Man. Tapi ingat … Jangan sampai keluar di dalam ya.” Pelan-pelan Iman mendorong ‘batang keras’nya memasuki ‘liang kenikmatan’ Sari. Perlahan tapi pasti, sedikit demi sedikit, ‘tombak kejantanan’nya menerobos masuk. Sari terus mendesah keenakan. “Maaf bu, saya mohon ijin memegang paha ibu, supaya punya ibu lebih kebuka.” Akhirnya Iman memberanikan diri meminta. Dengan terpaksa Sari mengijinkan, … “Iya deh. Tapi bagian bawahnya aja ya.” Begitu diberi ijin Iman langsung melakukannya. Walaupun tubuhnya tegak, karena kuatir menetesi tubuh Sari dengan keringatnya, ia dapat menghunjamkan ‘barang kepunyaan’nya masuk lebih jauh. “Ah Man, enak sekali.” Sari berseru keenakan. Langsung Iman menggoyangkan pinggulnya, ke kanan dan ke kiri, mundur dan maju. Sari terus mendesah keenakan, semakin lama semakin keras. Pada puncaknya ia menjerit lembut dan mengerang panjang. “Aduh Man, aku udah. Aduh enak sekali. Aaah, Maaan …. Aaah!”
Sementara beristirahat Iman menarik keluar ‘batang kemaluan’nya dan melapnya dengan handuk. Dengan tatapan penuh hasrat Sari memandangi ‘kemaluan’ Iman yang tetap kaku dan keras. Pada ‘ronde’ berikutnya Iman yang bertindak mengambil inisiatif. “Maaf bu …” katanya sambil kedua tangannya mendorong paha mulus Sari hingga terbuka lebar. Sari hanya mengangguk lemah, sikapnya pasrah. Rupanya rasa gengsi atau angkuhnya sudah mulai sirna di hadapan pemuda pejantannya. Ditatapnya wajah Iman dengan seksama. Sekarang baru ia sadar bahwa Iman bukan hanya jantan, tapi juga lumayan ganteng. Begitu berhasil menembus ‘liang kemaluan’ Sari, yang merah merangsang itu, Iman mulai beraksi. Sekali lagi goyangannya berakhir dengan kepuasan Sari. … setelah itu sekali lagi …
Sari tergolek lemah. Dibiarkannya Iman memandangi tubuhnya yang terbaring tanpa busana. Mungkin karena itulah ‘alat kejantanan’ Iman, yang memang belum ber-’ejakulasi,’ tetap berada dalam keadaan tegang. “Man … ” suara Sari terdengar memecah keheningan. “Kamu kok hebat sekali sih? Udah sering ya?” Iman menggelengkan kepalanya. “Belum pernah bu. Baru sekali ini saya melakukan. Sama ibu ini aja.” Dengan heran Sari menatapnya, lalu tersenyum karena teringat sesuatu. Tanyanya langsung, … “Tapi udah dikeluarin sama Minah kan?” Jawab Iman, … “Belum kok bu.” Semakin heran Sari. “Lho yang kemarin-kemarin itu? Kan udah saya kasih ijin.” Dengan polos Iman menjawab, … “Iya bu, tapi saya nggak kepengen.” Sari penasaran, … “Lho kenapa?” Dengan polos Iman menjawab, … “Abis barusan sama ibu yang cantik, masa’ disambung sama mbak Minah. Rasanya kok eman-eman ya bu.” “Jadi selama ini kamu tahan aja?” Jawab Iman, … “Iya bu, menurut saya kok sayang.” Entah bagaimana Sari merasa senang mendengar jawaban Iman. Ada rasa hangat di hatinya. “Ah sayang aku udah puas. Mana besok mens lagi …” Tapi ada rasa kasihan juga yang membersit di hatinya. Hebat juga pengorbanan Iman, yang lahir dari penghargaan kepadanya itu. Akhirnya ia mengambil keputusan …
“Sini Man, sekarang kamu yang baring di sini.” Kata Sari sambil bangun dari posisinya semula. Iman menatapnya dengan pandangan bertanya, tapi diikutinya permintaan majikannya. Sari segera membersihkan ‘barang kepunyaan’ Iman dengan handuk. Karena dipegang-pegang ‘daging berurat’ milik Iman kembali mengeras penuh. Sambil duduk di tepi ranjang Sari mulai mengelus-elusnya. Sempat ia berdecak kagum menyaksikan kekokohan dan kerasnya. Dirasakannya ukuran ‘daging keras’ Iman yang besar, ketika berada dalam genggaman tangannya. Keenakan Iman, hingga matanya sesekali terpejam. Bibirnya juga mendesis, bahkan sesekali mengerang. Tangan kanannya di tempatkannya di bawah kepalanya. Tangan kirinya mengusap-usap lengan Sari yang sedang mengocok-ngocok ‘barang kepunyaan’nya. Kali ini Sari membiarkan apa yang pemuda itu ingin lakukan. Setelah beberapa saat berlalu Iman mulai mendekati puncak pengalamannya. “Bu, saya hampir bu” Lalu lanjutnya lagi, “Awas bu, awas kena, saya udah hampir.” Sari hanya tersenyum. Katanya, “Lepas aja Man, nggak apa-apa kok.” Setelah berusaha menahan, demi memperpanjang kenikmatan yang dirasanya, akhirnya Iman terpaksa menyerah. “Aduh bu aduuuh aaah …” Cairan kental ‘muncrat’ terlontar berkali-kali dari ‘daging keras’nya, yang terus dikocok-kocok Sari. Tanpa sadar kedua tangan Iman mencengkeram lengan Sari dan menariknya. Tubuh wanita itu tertarik mendoyong ke atas tubuh Iman. Akibatnya cairan kental Iman juga tersembur ke dada dan perutnya. Tapi Sari membiarkannya saja, seakan-akan menyukainya. Setelah ‘air mani’nya terkuras habis baru Iman sadar atas perbuatannya. “Maaf bu, saya tidak sengaja …” Matanya terlihat kuatir. Sari hanya tersenyum, “Nggak apa-apa kok Man.” Lalu sambungnya, … “Aduh Man, kentelnya punyaan kamu. Banyak amat sih muatannya. .” Iman bernafas lega, apalagi ketika dilihatnya Sari melap badannya sendiri, lalu setelah itu badan dan ‘batang terkulai’ miliknya dengan handuk.
Sambil bangkit berdiri Sari mengenakan dasternya. Lalu ia berdiri di depan Iman yang masih duduk di tepi pembaringan. “Menurut kamu aku cantik nggak Man?” Tanyanya kepada pemuda itu. “Cantik dong bu, cantik sekali.” Sambil mengelus pipi Iman ia bertanya lagi, … “Kamu bisa nggak sementara nahan dulu?” Iman terlihat kecewa, “Berapa hari bu?” Tersenyum manis Sari menjwab, Yah, sekitar 5-6 hari deh.” Iman mengangguk tanda mengerti dan menatapnya dengan pandangan sayang. Sari membungkuk dan meremas ‘batang kemaluan’ Iman yang masih lumayan keras. “Punya kamu yang besar ini simpan baik-baik ya buat aku.” Lalu dengan gayanya yang manis ‘kemayu’ ia membuka pintu dan melangkah keluar.
MENGUMBAR HASRAT
Sementara berlangsungnya masa penantian cukup banyak perubahan yang terjadi. Iman sekarang nampak lebih baik penampilannya daripada waktu-waktu sebelumnya. Rambutnya ia cukur rapi dan pakaian yang dikenakannya selalu bersih. Ia sendiri tampak semakin PD atau percaya diri, kalaupun sikapnya kepada Sari tetap sopan dan santun. Apalagi ia yang dulu-dulu tidak pernah dipandang sebelah mata, oleh nyonyanya, sekarang sering diajak mengobrol atau menonton TV. Semua ini tentu saja menimbulkan tanda-tanya, terutama dari orang-orang seperti Minah. Apalagi Sari sering tanpa sadar membicarakan tentang Iman, dengan nada yang memuji. Di waktu malam Sari kadang-kadang terlihat melamun sendiri. Tapi rupanya bukan memikirkan tentang suaminya yang lama bertugas ke luar Jawa. Ia malah sedang merindukan orang yang dekat-dekat saja.
Setelah selesai masa menstruasi-nya Sari masih menunggu dua hari lagi, setelah itu baru ia merasa siap. Sore itu ketika berpapasan dengan Iman ia memanggilnya. “Shst sini Man.” Iman menghampirinya, … “Ada apa bu?” Dengan berseri-seri Sari menjelaskan, … “Nanti malam ya.” Iman merasa senang. “Udah bu? Kalau begitu saya tunggu di kamar saya ya bu. Nanti saya beresin.” Tapi kata Sari, … “Ah jangan, kamu aja yang ke kamarku. Jam 11-an ya?” Sambil melangkah pergi dengan tersenyum Iman mengiyakan.
Sari benar-benar ingin tampil cantik. Dibasuhnya tubuhnya dengan sabun wangi merk ‘channel.’ Tidak lupa dikeramasnya juga rambutnya yang hitam, panjang dan lebat itu. Lalu dikenakannya gaun malam yang paling ’sexy,’ yang terbuka punggung dan lengannya. Sengaja tidak dipakainya ‘bra.’ Setelah itu masih dibubuhinya tubuhnya dengan ‘perfume’ dan sedikit kosmetik. Begitu juga dengan Iman. Setelah mandi dan keramas dipakainya ‘deodorant’ dan ‘cologne’ pemberian Sari. Jam sebelas kurang sudah diketuknya pintu ruang tidur utama, yaitu kamar Sari.
Sari membuka pintu dan menggandeng tangan Iman. Pemuda itu tertegun menyaksikan kecantikan wanita yang berkulit putih itu. Sari mengajak Iman duduk di tepi ranjang. Ditatapnya mata pemuda itu yang balik menatapnya dengan rasa kagum. Sari tersenyum. “Malam ini kamu hanya boleh manggil aku Sari atau sayang. Mau kan?” Iman mengangguk sambil menelan ludah. Kata Sari lagi, … “Malam ini ini kamu boleh memegang saya dan melakukan apa aja yang kamu mau.” Agak gugup Iman menjawab, … “Eng … Terima kasih … Eng … Sayang. Kamu kok baik sekali. Kenapa? Saya ini orang yang nggak punya apa-apa dan nggak bisa ngasih apa-apa.” Sari merangkulkan tangannya ke leher Iman dan menidurkan kepalanya di bahu iman. “Kamu salah Man. Kamu itu laki-laki yang bisa memberi saya kepuasan yang total. Sejak kawin saya belum pernah mengalami seperti yang saya dapat dari kamu.” Lalu sambil tersenyum Sari meminta, … “Sini Yang, cium aku.” Iman mendekatkan bibirnya ke bibir Sari, lalu menciumnya. Tapi karena kurang berpengalaman akhirnya Sari yang lebih agresif, baru kemudian Iman mengikuti secara lebih aktif. Kedua bibir itu akhirnya saling berpagutan dengan penuh semangat. Dengan penuh gairah Sari melepas baju Iman. Sebaliknya Iman agak malu-malu pada awalnya, tapi akhirnya menjadi semakin berani. Dilepasnya gaun malam Sari, sambil diciuminya lehernya yang ramping, panjang dan molek itu. Dengan gemas tangannya meremas buah dada Sari yang ranum. Karena Sari membiarkan saja akhirnya ia berani menciumi, lalu mengulum puting buah dada yang indah itu. Sari kegelian. Tangannya mengusap-usap tonjolan di celana Iman. Kemudian dibukanya ‘ruitslijting’ celananya. Tangannya menguak celana dalam Iman dan masuk untuk menggenggam ‘batang kemaluan’nya yang telah mengeras. Tangan Iman juga langsung melepas celana dalam Sari, kemudian langsung ditaruhnya tangannya di celah paha Sari. Wanita cantik itu mengerang nikmat, rupanya sebelum dengan Iman rasanya cukup lama juga ‘milik berharga’nya itu tidak disentuh tangan lelaki. Kemudian Sari berlutut di depan Iman, hingga membuat pemuda itu merasa jengah. Ditariknya celana panjang Iman, sampai lepas. Lalu dimintanya Iman berbaring di tempat tidur.
Iman sempat merasa agak kikuk, tapi gairah Sari segera membuatnya merasa nyaman. Dipeluknya wanita itu dikecup-kecupnya lengan, dada, perut, bahkan pahanya. Karena kegelian Sari mendorong dada Iman hingga sampai terbaring. Sekarang gantian ia yang menciumi tubuh pemuda itu. Dengan mantap dilorotnya celana dalam Iman hingga terlepas. Cepat digenggamnya ‘batang kemaluan’ Iman yang sudah tegang keras berdenyut-denyut. “Man, Iman, besarnya punya kamu. Keras lagi …” Iman tersenyum, … “Abis kamu cantik sih Yang.” Sambil mengocok-ngocok ‘kemaluan’ Iman dengan manja Sari berkata, … “Rasanya aku gemes deh Man.” Iman tersenyum nakal, entah apa yang ada dipikirannya. Ia hanya menanggapi singkat, … “Kalau gemes gimana dong Yang?” Sari tersenyum manis. Tiba-tiba diciuminya ‘kemaluan’ Iman, hingga membuat pemuda itu terkejut. Dengan tatapan heran, tapi senang, dilihatnya Sari kemudian menjilati ‘alat kejantanan’nya. Mulai dari ‘bonggol kepala,’ terus sepanjang ‘batang’nya, bahkan sampai ke ‘kantung buah zakar’nya. Ketika Sari mengulum ‘kemaluan’nya di mulutnya Iman mengerang keenakan. “Aduh sayang, aduh enak sekali … Ah enaknya.”
Akhirnya Iman tidak tahan lagi. Ditariknya Sari dengan lembut lalu dibaringkannya terlentang. Didorongnya kedua paha Sari hingga terbuka lebar. Masih sempat diciumi dan dijilatinya tubuh Sari bagian atas, termasuk mengemut puting buah dadanya seperti bayi yang lapar. Lalu pelan-pelan didorongnya ‘alat kejantanan’nya masuk, menguak bibir ‘vagina’ Sari yang ranum, menyusuri liang kenikmatannya. “Pelan-pelan Man, … Punya kamu terasa besar amat sih malam ini, … Aah …” Sari mengerang keenakan. Akhirnya dengan sentakan terakhir Iman menghunjamkan ‘batang kemaluan’nya yang besar itu masuk. Begitu ia menggoyang pinggulnya Sari langsung mendesah. Rasanya nikmat sekali digagahi pemuda yang penuh vitalitas dan enerji ini. Iman terus menggerakkan ‘alat kejantanan’nya maju mundur, hingga membuat Sari mendesah dengan tanpa henti. Akibat gaya Iman yang agresif ini Sari tidak mampu menahan dirinya lebih dari 10 menit. Ia merasa seperti dilambungkan tinggi, sewaktu dicapainya puncak ‘orgasme’nya yang pertama. “Aduh Man, aduh, aku sayang kamu …. Aaah” Erangan panjang keluar dari bibir Sari. Tapi Iman ternyata masih kuat. Diteruskannya gerakan maju-mundur dengan pinggulnya. Akibatnya sensasi nikmat Sari, yang tadi hampir mereda, mulai meningkat lagi. Lima belas menit atau dua puluh menit berlalu sampai terdengar lagi jeritan Sari. “Man … Pariman … Yang … Aku lagi … Yang … Aaah … Aaah” Sekali inipun Iman merasa sudah hampir tiba di ujung daya tahannya. “Sari … Sayang, saya hampir …. Boleh?” Dengan nafas tersengal-sengal Sari memintanya, … “Iya Man, lepas sekarang Man …” Segera Iman mendorong dengan hentakan-hentakan keras. “Sari … Sayang … Aaah” Begitu Iman menyemburkan ’sperma’nya ke dalam ‘vagina’ Sari, ujung kepala kemaluannya berdenyut-denyut. Akibatnya Sari kembali merasa kegelian yang nikmat. “Man aduh Man aduh …”
Sari terkulai lemah. “Peluk aku dong Yang …” Disusupkannya kepalanya di ketiak Iman. Tangannya mengusap-usap dadanya yang berkeringat. “Kamu puas Man …?” Tanya Sari kepada Iman. “Puas Sayang, puas sekali” Dalam keheningan malam mereka berdua terbaring saling berpelukan, sampai Iman merasa tenaganya pulih. Sekali lagi ia minta dilayani. Walaupun Sari sudah merasa cukup, dipenuhinya kemauan pejantan mudanya itu. Dengan kagum dirasakannya bagaimana sekali lagi ia dipuaskan oleh birahi Iman. Akhirnya baru menjelang subuh Iman beranjak pergi untuk kembali ke kamarnya.
Dalam keadaan marah, tersinggung, bercampur gemas karena birahi, Sari membanting gagang telepon. Ia merasa sesuatu yang ‘nakal’ harus ia lakukan sebagai balas dendam kepada pasangan hidup yang sudah demikian melecehkannya. Kembali ia teringat kepada pembicaraannya dengan Minah beberapa hari yang lalu, kala ia tanyakan bagaimana pembantu wanitanya itu menyalurkan hasrat sex-nya.
Waktu itu ia bercanda mengganggu janda muda yang sedang mencuci piring di dapur itu. “Minah, kamu rayu aja si Iman. Kan lumayan dapet daun muda.” Minah tersenyum malu-malu. Katanya, “Ah ibu bisa aja … Tapi mana dia mau lagi.” Lalu sambil menengok ke kanan ke kiri, seolah-lah takut kalau ada yang mendengar Minah mengatakan sesuatu yang membuat darah sari agak berdesir. “Bu, si Iman itu orangnya lumayan lho. Apalagi kalau ngeliat dia telanjang nggak pakai baju.” Pura-pura kaget Sari bertanya dengan nada heran: “Kok kamu tau sih?” Tersipu-sipu Minah menjelaskan. “Waktu itu malam-malam Minah pernah ke kamarnya mau pinjem balsem. Diketuk-ketuk kok pintunya nggak dibuka. Pas Minah buka dia udah nyenyak tidur. Baru Minah tau kalau tidur itu dia nggak pakai apa-apa.” Tersenyum Sari menanyakan lebih lanjut. “Jadi kamu liat punyaannya segala dong?” Kata Minah bersemangat, “Iya bu, aduh duh besarnya. Jadi kangen mantan suami. Biarpun punyanya nggak sebesar itu.” Setengah kurang percaya Sari bertanya, “Iman? Si Iman anak kecil itu?” “Iya bu!” Minah menegaskan. “Iya Iman si Pariman itu. Kan nggak ada yang lainnya tho bu.” Lalu dengan nada bercanda Sari bertanya mengganggu,”Terus si Iman kamu tomplok ya?” Sambil melengos pergi Minah menjawab, “Ya nggak dong bu, “” kata Minah sambil buru-buru pergi.
PIKIRAN NAKAL
Dalam keadaan hati yang panas dan tersinggung jalan pikiran Sari menjadi lain. Ia yang biasanya tidak terlalu memperdulikan Iman, sekarang sering memperhatikan pemuda itu dengan lebih cermat. Beberapa kali sampai anak muda itu merasa agak rikuh. Dari apa yang dilihatnya, ditambah cerita Minah beberapa hari yang lalu, Sari mulai merasa tertarik. Membayangkan ‘barang kepunyaan’ Iman, yang kata Minah “aduh duh” itu membuat Sari merasa sesuatu yang aneh. Mungkin sebagai kompensasi atau karena gengsi sikapnya menjadi agak dingin dan kaku terhadap Iman. Iman sendiri sampai merasa kurang enak dan bertanya-tanya apa gerangan salahnya.
Pada suatu hari, setelah sekian minggu tidak menerima ‘nafkah batin’nya, perasaan Sari menjadi semakin tak tertahankan. Malam yang semakin larut tidak berhasil membuatnya tertidur. Ia merasa membutuhkan sesuatu. Akhirnya Sari berdiri, diambilnya sebuah majalah bergambar dari dalam lemari dan pergilah ia ke kamar Iman di loteng bagian belakang rumah. Pelan-pelan diketuknya pintu kamar Iman. Setelah diulangnya berkali-kali baru terdengar ada yang bangun dari tempat tidur dan membuka pintu. Wajah Iman tampak kaget melihat Sari telah berdiri di depannya. Apalagi ketika wanita berkulit putih yang cantik itu langsung memasuki ruangannya. Agak kebingungan Iman melilitkan selimut tipisnya untuk menutupi tubuh bagian bawahnya. Melihat tubuh Iman yang tidak berbaju itu Sari menelan air liurnya. Lalu dengan nada agak ketus ia berkata, “Sana kamu mandi, jangan lupa gosok gigi.” Iman menatap kebingungan, “Sekarang bu?” Dengan nada kesal Sari menegaskan, ‘Ia sekarang ,,, udah gitu aja nggak usah pake baju segala.” Tergopoh-gopoh Iman menuju ke kamar mandi, memenuhi permintaan Sari. Sementara Iman di kamar mandi Sari duduk di kursi, sambil me!ihat-lihat sekitar kamar Iman. Pikirnya dalam hati, “Bersih, rapih juga ini anak.”
MENCOBA JANTAN
Kira-kira sepuluh atau lima belas menit berselang Iman telah selesai. “Maaf bu …,” katanya sambil memasuki ruangan. Ia hanya mengenakan handuk yang melilit di pinggangnya.”Saya pake baju dulu bu,” katanya sambil melangkah menuju lemari pakaiannya. Dengan nada ketus Sari berkata,”Nggak usah. Kamu duduk aja di tempat tidur … Bukan, bukan duduk gitu, berbaring aja.” Lalu sambil melempar majalah yang dibawanya ia menyuruh Iman membacanya. Sambil melangkah keluar Sari sempat berkata “Sebentar lagi saya kembali.” Dengan kikuk dan kuatir Iman mulai membalik halaman demi halaman majalah porno di tangannya. Tapi ia tidak berani bertanya kepada Sari, apa sebenarnya yang wanita itu inginkan.
Setelah saat-saat yang menegangkan itu berlangsung beberapa lama, Iman mulai terangsang juga melihat berbagai adegan senggama di majalah yang berada di tangannya itu. Ia merasa ‘alat kejantanannya mengeras. Tiba-tiba pintu kamar terbuka dan Sari melangkah masuk. Iman berusaha bangkit, tapi sambil duduk di tepi pembaringan Sari mendorong tubuhnya sampai tergeletak kembali. Tatapan matanya dingin, sama sekali tidak ada senyuman di bibirnya. Tapi tetap saja ia terlihat cantik. “Iman dengar kata-kata saya ya. Kamu saya minta melakukan sesuatu, tapi jangan sampai kamu cerita ke siapa-siapa. Mengerti?” Iman hanya dapat mengangguk, walaupun ia masih merasa bingung. Hampir ia menjerit ketika Sari menyingkap handuknya terbuka. Apalagi ketika tangannya yang halus itu memegang ‘barang kepunyaan’nya yang tadi sudah tegang keras. “Hm ….. Besar juga ya punya kamu,” demikian Sari menggumam. Diteruskannya mengocok-ngocok ‘daging kemaluan’ Iman, dengan mata terpejam. Pelan-pelan ketegangan Iman mulai sirna, dinikmatinya sensasi pengalamannya ini dengan rasa pasrah.
Tiba-tiba Sari berdiri dan langsung meloloskan daster yang dikenakannya ke atas. Bagai patung pualam putih tubuhnya terlihat di mata Iman. Walaupun lampu di kamar itu tidak begitu terang, Iman dapat menyaksikan keindahan tubuh Sari dengan jelas. Tertegun ia memandangi Sari, sampai beberapa kali meneguk air liurnya. Tidak lama kemudian Sari naik ke tempat tidur, diambilnya posisi mengangkangi Iman. Masih dengan nada ‘judes’ ia berkata … “Yang akan saya lakukan ini bukan karena kamu, tapi karena saya mau balas dendam. Jadi jangan kamu berpikiran macam-macam ya.” Lalu digenggamnya lagi ‘tonggak kejantanan” Iman dan diusap-usapkannya ‘bonggol kepala’nya ke bibir ke’maluan’nya sendiri. Terus menerus dilakukannya hal ini sampai ‘vagina’nya mulai basah. Lalu ditatapnya Iman dengan pandangan yang tajam. Katanya dengan suara ketus, … “Jangan kamu berani-berani sentuh tubuh saya.” Setelah itu, … “Juga jangan sampe kamu keluar di ‘punyaan’ saya. Awas ya.” Lalu di-pas-kannya ‘ujung kemaluan’ Iman di ‘bibir liang kewanitaan’nya dan ditekannya tubuhnya ke bawah. Pelan-pelan tapi pasti ‘barang kepunyaan’ Iman menusuk masuk ke ‘lubang kenikmatan’ Sari. ‘Aduh … Ah … Man, besar amat sih” demikian Sari sempat merintih. Setelah ‘kemaluan’ Iman benar-benar masuk Sari mulai menggoyang pinggulnya. Suaranya sesekali mendesah keenakan. Tidak lama kemudian dicapainya ‘orgasme’nya yang pertama. Hampir seperti orang kesakitan suara Sari mengerang-erang panjang. “Aah … Aargh … Aah, aduh enaknya … ” Seperti orang lupa diri Sari mengungkapkan rasa puasnya dengan polos. Tapi ketika Sari sadar bahwa kedua tangan Iman sedang mengusapi pahanya yang putih mulus, ditepisnya dengan kasar. “Tadi saya bilang apa …!” Iman ketakutan, … “Maaf bu.” Lalu perintah Sari lagi, … “Angkat tangannya ke atas.” Iman menurutinya, katanya … “Baik bu.” Begitu melihat bidang dada dan buluketiak Iman Sari kembali terangsang. Sekali lagi ia menggoyang pinggulnya dengan bersemangat, sampai ia mencapai ‘orgasme’nya yang kedua. Setelah itu masih sekali lagi dicapainya puncak kenikmatan, walaupun tidak sehebat sebelumnya. Iman sendiri sebetulnya juga beberapa kali hampir keluar, tapi karena tadi sudah di’wanti-wanti,’ maka ditahannya dengan sekuat tenaga. Rupanya Sari sudah merasa puas, karena dicabutnya ‘alat kejantanan’ Iman yang masih keras itu. Dikenakannya kembali dasternya. Sekarang wajahnya terlihat jauh lebih lembut. Sebelum meninggalkan kamar Iman sempat ia menunjukkan apresiasi-nya. “Kamu hebat Man …” lalu sambungnya “Lusa malam aku kemari lagi ya.” Setelah itu masih sempat ia berpesan, …. “O iya, kamu terusin aja sekarang sama Minah … Dia mau kok.” Iman hanya mengangguk, tanpa mengucapkan apa-apa.
Sampai lama Iman belum dapat tertidur lelap, membayangkan kembali pengalaman yang baru saja berlalu. Kehilangan ke’perjaka’an tidak membuat Iman merasa sedih. Malah ada rasa bangga bahwa seorang wanita cantik dari kalangan berpunya seperti Sari telah memilih dirinya.
PEJANTAN GAGAH
Sesuai pesannya dua malam kemudian Sari datang lagi ke kamar Iman. Kali ini pemuda itu sudah betul-betul menyiapkan dirinya. Jadi Sari tinggal menaiki tubuhnya dan menikmati ‘alat kejantanan’nya yang keras itu. Walaupun suaranya masih ketus meminta Iman untuk sama-sekali tidak menyentuh tubuhnya, kali ini Sari sampai meremas-remas dada dan pinggul Iman ketika mencapai ‘orgasme’nya. Bahkan tidak lupa wanita cantik itu sempat memuji pemuda yang beruntung itu. Katanya, … “Man, Pariman, kamu hebat sekali. Selama kawin aku belum pernah sepuas sekarang ini. Terma kasih ya.” Iman hanya menjawab terbata-bata, … “Saya … Saya … seneng … Hm … Bisa nyenengin bu Sari.” Sambil membuka pintu kamar Sari berpesan. Katanya, …. “Iya Man, tapi jangan bosen ya.” Lalu tambahnya lagi, … “Udah, sekarang kamu terusin sama Minah sana. Aku mau tidur dulu ya.”
Dua malam kemudian kembali Sari menyambangi kamar Iman. Kebetulan tanpa penjelasan apapun siangnya ia sempat meminta pemuda itu untuk mengganti seprei ranjang dan sarung bantalnya. “Man … Kamu capek nggak? Sari bertanya dengan lembut. Rupanya berkali-kali dipuaskan pemuda itu membuatnya sikapnya lebih ramah. Iman tersenyum, … “Nggak kok bu. Saya siap dan seneng aja melayani ibu.” Tanpa malu-malu langsung Sari melepaskan daster-nya. Setelah itu dilorotnya kain sarung Iman. Dengan takjub ia memandangi kepunyaan lelaki itu. Tanpa sadar sempat ia memuji, … “Aduh Man, udah besar amat sih kepunyaanmu.” Lalu sambil mengocok-ngocoknya Sari sempat berkata, … “Hm Man, keras lagi.” Lalu sambil membaringkan tubuhnya ia meminta, … “Kamu dari atas ya Man. Aku mau coba di bawah.” Langsung Iman memposisikan ‘kemaluan’nya di antara celah paha Sari. Lelaki muda itu betul-betul terangsang melihat kemolekan nyonya muda yang sedang marah kepada suaminya itu. Tidak pernah terbayang sebelumnya bahwa ia boleh mencicipi tubuh yang seputih dan semulus ini. Apalagi Sari sekarang tidak lagi judes dan ketus seperti pada malam-malam sebelumnya, sehingga semakin tampak saja kecantikannya. Sempat terpikir oleh pemuda itu mungkin judes dan ketusnya dulu itu hanya untuk mengatasi rasa malu dan gengsinya saja. “Man …” Sari memanggilnya lembut, setengah berbisik. “Iya bu …” “Kamu gesek-gesek punyaanmu ke punyaanku dulu ya. Terus masukinnya nanti pelan-pelan.” Diikutinya permintaan Sari, digesek-geseknya ‘bibir kemaluan’ Sari dengan ‘ujung kejantanannya.’ Sari mendesah kegelian, hingga membuat Iman lupa diri. Tangannya mulai mengusap-usap paha dan perut Sari. Tapi wanita cantik itu menepis tangannya. “Jangan sentuh tubuhku, jangan ….” serunya tegas. Iman segera berhenti, ditariknya tangannya. Tidak berapa lama kemudian terdengar Sari meminta. “Man, masukin pelan-pelan Man. Tapi ingat … Jangan sampai keluar di dalam ya.” Pelan-pelan Iman mendorong ‘batang keras’nya memasuki ‘liang kenikmatan’ Sari. Perlahan tapi pasti, sedikit demi sedikit, ‘tombak kejantanan’nya menerobos masuk. Sari terus mendesah keenakan. “Maaf bu, saya mohon ijin memegang paha ibu, supaya punya ibu lebih kebuka.” Akhirnya Iman memberanikan diri meminta. Dengan terpaksa Sari mengijinkan, … “Iya deh. Tapi bagian bawahnya aja ya.” Begitu diberi ijin Iman langsung melakukannya. Walaupun tubuhnya tegak, karena kuatir menetesi tubuh Sari dengan keringatnya, ia dapat menghunjamkan ‘barang kepunyaan’nya masuk lebih jauh. “Ah Man, enak sekali.” Sari berseru keenakan. Langsung Iman menggoyangkan pinggulnya, ke kanan dan ke kiri, mundur dan maju. Sari terus mendesah keenakan, semakin lama semakin keras. Pada puncaknya ia menjerit lembut dan mengerang panjang. “Aduh Man, aku udah. Aduh enak sekali. Aaah, Maaan …. Aaah!”
Sementara beristirahat Iman menarik keluar ‘batang kemaluan’nya dan melapnya dengan handuk. Dengan tatapan penuh hasrat Sari memandangi ‘kemaluan’ Iman yang tetap kaku dan keras. Pada ‘ronde’ berikutnya Iman yang bertindak mengambil inisiatif. “Maaf bu …” katanya sambil kedua tangannya mendorong paha mulus Sari hingga terbuka lebar. Sari hanya mengangguk lemah, sikapnya pasrah. Rupanya rasa gengsi atau angkuhnya sudah mulai sirna di hadapan pemuda pejantannya. Ditatapnya wajah Iman dengan seksama. Sekarang baru ia sadar bahwa Iman bukan hanya jantan, tapi juga lumayan ganteng. Begitu berhasil menembus ‘liang kemaluan’ Sari, yang merah merangsang itu, Iman mulai beraksi. Sekali lagi goyangannya berakhir dengan kepuasan Sari. … setelah itu sekali lagi …
Sari tergolek lemah. Dibiarkannya Iman memandangi tubuhnya yang terbaring tanpa busana. Mungkin karena itulah ‘alat kejantanan’ Iman, yang memang belum ber-’ejakulasi,’ tetap berada dalam keadaan tegang. “Man … ” suara Sari terdengar memecah keheningan. “Kamu kok hebat sekali sih? Udah sering ya?” Iman menggelengkan kepalanya. “Belum pernah bu. Baru sekali ini saya melakukan. Sama ibu ini aja.” Dengan heran Sari menatapnya, lalu tersenyum karena teringat sesuatu. Tanyanya langsung, … “Tapi udah dikeluarin sama Minah kan?” Jawab Iman, … “Belum kok bu.” Semakin heran Sari. “Lho yang kemarin-kemarin itu? Kan udah saya kasih ijin.” Dengan polos Iman menjawab, … “Iya bu, tapi saya nggak kepengen.” Sari penasaran, … “Lho kenapa?” Dengan polos Iman menjawab, … “Abis barusan sama ibu yang cantik, masa’ disambung sama mbak Minah. Rasanya kok eman-eman ya bu.” “Jadi selama ini kamu tahan aja?” Jawab Iman, … “Iya bu, menurut saya kok sayang.” Entah bagaimana Sari merasa senang mendengar jawaban Iman. Ada rasa hangat di hatinya. “Ah sayang aku udah puas. Mana besok mens lagi …” Tapi ada rasa kasihan juga yang membersit di hatinya. Hebat juga pengorbanan Iman, yang lahir dari penghargaan kepadanya itu. Akhirnya ia mengambil keputusan …
“Sini Man, sekarang kamu yang baring di sini.” Kata Sari sambil bangun dari posisinya semula. Iman menatapnya dengan pandangan bertanya, tapi diikutinya permintaan majikannya. Sari segera membersihkan ‘barang kepunyaan’ Iman dengan handuk. Karena dipegang-pegang ‘daging berurat’ milik Iman kembali mengeras penuh. Sambil duduk di tepi ranjang Sari mulai mengelus-elusnya. Sempat ia berdecak kagum menyaksikan kekokohan dan kerasnya. Dirasakannya ukuran ‘daging keras’ Iman yang besar, ketika berada dalam genggaman tangannya. Keenakan Iman, hingga matanya sesekali terpejam. Bibirnya juga mendesis, bahkan sesekali mengerang. Tangan kanannya di tempatkannya di bawah kepalanya. Tangan kirinya mengusap-usap lengan Sari yang sedang mengocok-ngocok ‘barang kepunyaan’nya. Kali ini Sari membiarkan apa yang pemuda itu ingin lakukan. Setelah beberapa saat berlalu Iman mulai mendekati puncak pengalamannya. “Bu, saya hampir bu” Lalu lanjutnya lagi, “Awas bu, awas kena, saya udah hampir.” Sari hanya tersenyum. Katanya, “Lepas aja Man, nggak apa-apa kok.” Setelah berusaha menahan, demi memperpanjang kenikmatan yang dirasanya, akhirnya Iman terpaksa menyerah. “Aduh bu aduuuh aaah …” Cairan kental ‘muncrat’ terlontar berkali-kali dari ‘daging keras’nya, yang terus dikocok-kocok Sari. Tanpa sadar kedua tangan Iman mencengkeram lengan Sari dan menariknya. Tubuh wanita itu tertarik mendoyong ke atas tubuh Iman. Akibatnya cairan kental Iman juga tersembur ke dada dan perutnya. Tapi Sari membiarkannya saja, seakan-akan menyukainya. Setelah ‘air mani’nya terkuras habis baru Iman sadar atas perbuatannya. “Maaf bu, saya tidak sengaja …” Matanya terlihat kuatir. Sari hanya tersenyum, “Nggak apa-apa kok Man.” Lalu sambungnya, … “Aduh Man, kentelnya punyaan kamu. Banyak amat sih muatannya. .” Iman bernafas lega, apalagi ketika dilihatnya Sari melap badannya sendiri, lalu setelah itu badan dan ‘batang terkulai’ miliknya dengan handuk.
Sambil bangkit berdiri Sari mengenakan dasternya. Lalu ia berdiri di depan Iman yang masih duduk di tepi pembaringan. “Menurut kamu aku cantik nggak Man?” Tanyanya kepada pemuda itu. “Cantik dong bu, cantik sekali.” Sambil mengelus pipi Iman ia bertanya lagi, … “Kamu bisa nggak sementara nahan dulu?” Iman terlihat kecewa, “Berapa hari bu?” Tersenyum manis Sari menjwab, Yah, sekitar 5-6 hari deh.” Iman mengangguk tanda mengerti dan menatapnya dengan pandangan sayang. Sari membungkuk dan meremas ‘batang kemaluan’ Iman yang masih lumayan keras. “Punya kamu yang besar ini simpan baik-baik ya buat aku.” Lalu dengan gayanya yang manis ‘kemayu’ ia membuka pintu dan melangkah keluar.
MENGUMBAR HASRAT
Sementara berlangsungnya masa penantian cukup banyak perubahan yang terjadi. Iman sekarang nampak lebih baik penampilannya daripada waktu-waktu sebelumnya. Rambutnya ia cukur rapi dan pakaian yang dikenakannya selalu bersih. Ia sendiri tampak semakin PD atau percaya diri, kalaupun sikapnya kepada Sari tetap sopan dan santun. Apalagi ia yang dulu-dulu tidak pernah dipandang sebelah mata, oleh nyonyanya, sekarang sering diajak mengobrol atau menonton TV. Semua ini tentu saja menimbulkan tanda-tanya, terutama dari orang-orang seperti Minah. Apalagi Sari sering tanpa sadar membicarakan tentang Iman, dengan nada yang memuji. Di waktu malam Sari kadang-kadang terlihat melamun sendiri. Tapi rupanya bukan memikirkan tentang suaminya yang lama bertugas ke luar Jawa. Ia malah sedang merindukan orang yang dekat-dekat saja.
Setelah selesai masa menstruasi-nya Sari masih menunggu dua hari lagi, setelah itu baru ia merasa siap. Sore itu ketika berpapasan dengan Iman ia memanggilnya. “Shst sini Man.” Iman menghampirinya, … “Ada apa bu?” Dengan berseri-seri Sari menjelaskan, … “Nanti malam ya.” Iman merasa senang. “Udah bu? Kalau begitu saya tunggu di kamar saya ya bu. Nanti saya beresin.” Tapi kata Sari, … “Ah jangan, kamu aja yang ke kamarku. Jam 11-an ya?” Sambil melangkah pergi dengan tersenyum Iman mengiyakan.
Sari benar-benar ingin tampil cantik. Dibasuhnya tubuhnya dengan sabun wangi merk ‘channel.’ Tidak lupa dikeramasnya juga rambutnya yang hitam, panjang dan lebat itu. Lalu dikenakannya gaun malam yang paling ’sexy,’ yang terbuka punggung dan lengannya. Sengaja tidak dipakainya ‘bra.’ Setelah itu masih dibubuhinya tubuhnya dengan ‘perfume’ dan sedikit kosmetik. Begitu juga dengan Iman. Setelah mandi dan keramas dipakainya ‘deodorant’ dan ‘cologne’ pemberian Sari. Jam sebelas kurang sudah diketuknya pintu ruang tidur utama, yaitu kamar Sari.
Sari membuka pintu dan menggandeng tangan Iman. Pemuda itu tertegun menyaksikan kecantikan wanita yang berkulit putih itu. Sari mengajak Iman duduk di tepi ranjang. Ditatapnya mata pemuda itu yang balik menatapnya dengan rasa kagum. Sari tersenyum. “Malam ini kamu hanya boleh manggil aku Sari atau sayang. Mau kan?” Iman mengangguk sambil menelan ludah. Kata Sari lagi, … “Malam ini ini kamu boleh memegang saya dan melakukan apa aja yang kamu mau.” Agak gugup Iman menjawab, … “Eng … Terima kasih … Eng … Sayang. Kamu kok baik sekali. Kenapa? Saya ini orang yang nggak punya apa-apa dan nggak bisa ngasih apa-apa.” Sari merangkulkan tangannya ke leher Iman dan menidurkan kepalanya di bahu iman. “Kamu salah Man. Kamu itu laki-laki yang bisa memberi saya kepuasan yang total. Sejak kawin saya belum pernah mengalami seperti yang saya dapat dari kamu.” Lalu sambil tersenyum Sari meminta, … “Sini Yang, cium aku.” Iman mendekatkan bibirnya ke bibir Sari, lalu menciumnya. Tapi karena kurang berpengalaman akhirnya Sari yang lebih agresif, baru kemudian Iman mengikuti secara lebih aktif. Kedua bibir itu akhirnya saling berpagutan dengan penuh semangat. Dengan penuh gairah Sari melepas baju Iman. Sebaliknya Iman agak malu-malu pada awalnya, tapi akhirnya menjadi semakin berani. Dilepasnya gaun malam Sari, sambil diciuminya lehernya yang ramping, panjang dan molek itu. Dengan gemas tangannya meremas buah dada Sari yang ranum. Karena Sari membiarkan saja akhirnya ia berani menciumi, lalu mengulum puting buah dada yang indah itu. Sari kegelian. Tangannya mengusap-usap tonjolan di celana Iman. Kemudian dibukanya ‘ruitslijting’ celananya. Tangannya menguak celana dalam Iman dan masuk untuk menggenggam ‘batang kemaluan’nya yang telah mengeras. Tangan Iman juga langsung melepas celana dalam Sari, kemudian langsung ditaruhnya tangannya di celah paha Sari. Wanita cantik itu mengerang nikmat, rupanya sebelum dengan Iman rasanya cukup lama juga ‘milik berharga’nya itu tidak disentuh tangan lelaki. Kemudian Sari berlutut di depan Iman, hingga membuat pemuda itu merasa jengah. Ditariknya celana panjang Iman, sampai lepas. Lalu dimintanya Iman berbaring di tempat tidur.
Iman sempat merasa agak kikuk, tapi gairah Sari segera membuatnya merasa nyaman. Dipeluknya wanita itu dikecup-kecupnya lengan, dada, perut, bahkan pahanya. Karena kegelian Sari mendorong dada Iman hingga sampai terbaring. Sekarang gantian ia yang menciumi tubuh pemuda itu. Dengan mantap dilorotnya celana dalam Iman hingga terlepas. Cepat digenggamnya ‘batang kemaluan’ Iman yang sudah tegang keras berdenyut-denyut. “Man, Iman, besarnya punya kamu. Keras lagi …” Iman tersenyum, … “Abis kamu cantik sih Yang.” Sambil mengocok-ngocok ‘kemaluan’ Iman dengan manja Sari berkata, … “Rasanya aku gemes deh Man.” Iman tersenyum nakal, entah apa yang ada dipikirannya. Ia hanya menanggapi singkat, … “Kalau gemes gimana dong Yang?” Sari tersenyum manis. Tiba-tiba diciuminya ‘kemaluan’ Iman, hingga membuat pemuda itu terkejut. Dengan tatapan heran, tapi senang, dilihatnya Sari kemudian menjilati ‘alat kejantanan’nya. Mulai dari ‘bonggol kepala,’ terus sepanjang ‘batang’nya, bahkan sampai ke ‘kantung buah zakar’nya. Ketika Sari mengulum ‘kemaluan’nya di mulutnya Iman mengerang keenakan. “Aduh sayang, aduh enak sekali … Ah enaknya.”
Akhirnya Iman tidak tahan lagi. Ditariknya Sari dengan lembut lalu dibaringkannya terlentang. Didorongnya kedua paha Sari hingga terbuka lebar. Masih sempat diciumi dan dijilatinya tubuh Sari bagian atas, termasuk mengemut puting buah dadanya seperti bayi yang lapar. Lalu pelan-pelan didorongnya ‘alat kejantanan’nya masuk, menguak bibir ‘vagina’ Sari yang ranum, menyusuri liang kenikmatannya. “Pelan-pelan Man, … Punya kamu terasa besar amat sih malam ini, … Aah …” Sari mengerang keenakan. Akhirnya dengan sentakan terakhir Iman menghunjamkan ‘batang kemaluan’nya yang besar itu masuk. Begitu ia menggoyang pinggulnya Sari langsung mendesah. Rasanya nikmat sekali digagahi pemuda yang penuh vitalitas dan enerji ini. Iman terus menggerakkan ‘alat kejantanan’nya maju mundur, hingga membuat Sari mendesah dengan tanpa henti. Akibat gaya Iman yang agresif ini Sari tidak mampu menahan dirinya lebih dari 10 menit. Ia merasa seperti dilambungkan tinggi, sewaktu dicapainya puncak ‘orgasme’nya yang pertama. “Aduh Man, aduh, aku sayang kamu …. Aaah” Erangan panjang keluar dari bibir Sari. Tapi Iman ternyata masih kuat. Diteruskannya gerakan maju-mundur dengan pinggulnya. Akibatnya sensasi nikmat Sari, yang tadi hampir mereda, mulai meningkat lagi. Lima belas menit atau dua puluh menit berlalu sampai terdengar lagi jeritan Sari. “Man … Pariman … Yang … Aku lagi … Yang … Aaah … Aaah” Sekali inipun Iman merasa sudah hampir tiba di ujung daya tahannya. “Sari … Sayang, saya hampir …. Boleh?” Dengan nafas tersengal-sengal Sari memintanya, … “Iya Man, lepas sekarang Man …” Segera Iman mendorong dengan hentakan-hentakan keras. “Sari … Sayang … Aaah” Begitu Iman menyemburkan ’sperma’nya ke dalam ‘vagina’ Sari, ujung kepala kemaluannya berdenyut-denyut. Akibatnya Sari kembali merasa kegelian yang nikmat. “Man aduh Man aduh …”
Sari terkulai lemah. “Peluk aku dong Yang …” Disusupkannya kepalanya di ketiak Iman. Tangannya mengusap-usap dadanya yang berkeringat. “Kamu puas Man …?” Tanya Sari kepada Iman. “Puas Sayang, puas sekali” Dalam keheningan malam mereka berdua terbaring saling berpelukan, sampai Iman merasa tenaganya pulih. Sekali lagi ia minta dilayani. Walaupun Sari sudah merasa cukup, dipenuhinya kemauan pejantan mudanya itu. Dengan kagum dirasakannya bagaimana sekali lagi ia dipuaskan oleh birahi Iman. Akhirnya baru menjelang subuh Iman beranjak pergi untuk kembali ke kamarnya.
Langganan:
Postingan (Atom)